Chaos melanda Transmart Kubu Raya, Kalimantan Barat, menjelang penutupan permanennya pada 30 April 2025. Sebuah cuitan viral di platform X yang diunggah oleh Andrew Darwis (@adarwis) pada 29 April 2025 pukul 01:58 WIB menggambarkan situasi mencekam: massa memadati pusat perbelanjaan, pakaian dicuri, makanan dikonsumsi di tempat, dan suasana berubah menjadi tidak terkendali. Insiden ini menjadi sorotan tajam, mencerminkan dampak ekonomi yang memukul masyarakat lokal dan memicu reaksi yang tidak terduga. Apa yang sebenarnya terjadi di balik keributan ini?
Cuitan tersebut, yang telah dilihat lebih dari 100.000 kali dan mendapatkan ribuan tanggapan, menampilkan gambar-gambar yang memperlihatkan kekacauan di Transmart Kubu Raya. Salah satu foto menunjukkan kerumunan massa yang berdesak-desakan, beberapa di antaranya terlihat membawa barang tanpa membayar. Foto lain memperlihatkan meja kasir yang dipenuhi sampah, botol minuman kosong, dan kemasan makanan yang telah dibuka, menandakan bahwa banyak pengunjung mengkonsumsi barang di tempat tanpa membayar. Papan bertuliskan "Sorry We're Closed" dengan tambahan pesan "Jelang Tutup Permanen, Transmart Kubu Raya Diserbu: Baju Dicuri, Makanan Dikonsumsi, Tapi Tak Dibayar" menjadi simbol akhir dari operasional pusat perbelanjaan ini.
Menurut laporan dari Gesuri.id yang diterbitkan pada 26 April 2025, penutupan permanen Transmart Kubu Raya merupakan akibat dari melemahnya daya beli masyarakat lokal. Anggota Komisi IV DPRD Kubu Raya, Agus Sudarmansyah, menjelaskan bahwa ini adalah efek domino dari stagnasi ekonomi yang dipicu pandemi COVID-19. "Tutupnya Transmart adalah cerminan nyata bagaimana gejolak ekonomi global berdampak hingga ke tingkat lokal," ungkap Agus. Ia menambahkan bahwa sejak pandemi, masyarakat di Kubu Raya mengalami penurunan pendapatan yang signifikan, sehingga pusat perbelanjaan seperti Transmart kesulitan bertahan.
Situasi ini diperparah oleh rumor penutupan yang telah beredar sejak akhir 2024, sebagaimana dilaporkan oleh Suarakalbar.co.id pada 24 April 2025. Norman, seorang pelaku UMKM yang berjualan di Transmart, mengaku telah mendengar kabar tersebut sejak Desember lalu. "Kami sudah tahu event-event di sini akan berakhir, tapi tak menyangka bakal seheboh ini," ujarnya. Sementara itu, Solihin, UMKM lainnya, menyampaikan kekecewaannya. "Transmart adalah lokasi yang nyaman untuk jualan, luas dan murah. Tapi sejak beberapa bulan terakhir, pengunjung menurun karena mereka tahu Transmart mau tutup," katanya. Solihin juga meminta pemerintah Kubu Raya memberikan solusi bagi UMKM yang terdampak penutupan ini.
Namun, apa yang terjadi pada hari-hari terakhir operasional Transmart jauh lebih dramatis dari sekadar penurunan pengunjung. Cuitan Andrew Darwis memicu diskusi sengit di X, dengan banyak warganet menyayangkan perilaku massa yang tidak tertib. "Gambaran SDM kita sebenarnya. Gak heran dapat pemimpin juga sama," tulis pengguna @sandyastina
. Pengguna lain, @ub41d, berkomentar, "Mau dikatain rendahan tapi pada ngamuk, gak mau dikatain tapi kelakuannya begini, kompleks ya hidup di Indo ini." Komentar-komentar ini mencerminkan kekecewaan masyarakat terhadap rendahnya kesadaran sosial di tengah situasi sulit.
Beberapa warganet bahkan membandingkan kejadian ini dengan perilaku di negara lain. "Udah kaya di India hahaha," tulis @trihar_v, sementara @ezash menambahkan, "Mirip orang India ya, pak." Komentar tersebut mengacu pada kerumunan dan tindakan anarkis yang terekam dalam gambar, di mana massa terlihat berebut barang tanpa mempedulikan aturan. Ada pula yang menghubungkan insiden ini dengan mentalitas masyarakat yang oportunistik. "Memang mayoritas mental orang Indonesia itu maling. Dari zaman Daendels sampai sekarang. Yang gak maling karena belum ada kesempatan aja," tulis @admiralkizaruuu.
Keributan ini juga menjadi cerminan dari ketidakpuasan masyarakat yang lebih luas. Sebuah cuitan balasan dari @minimalpintar membagikan data pemilu gubernur Kalimantan Barat, yang menunjukkan tingkat partisipasi pemilih di Kubu Raya hanya 63,85%, salah satu yang terendah di provinsi tersebut. Angka ini mengindikasikan adanya kekecewaan atau apati masyarakat terhadap kondisi sosial dan ekonomi di wilayah mereka, yang mungkin turut memicu perilaku anarkis di Transmart.
Di sisi lain, ada juga warganet yang menyoroti aspek moral dari insiden ini. "Kadang gw berpikir apa gunanya beragama kalau nggak bikin lu jadi bermoral, jadi orang baik, atau minimal jadi orang kaya," tulis @skletera. Komentar ini mengundang refleksi mendalam tentang nilai-nilai yang dipegang masyarakat di tengah tekanan ekonomi.
Insiden di Transmart Kubu Raya ini menjadi peringatan bagi pemerintah dan pemangku kepentingan untuk lebih serius menangani dampak ekonomi di tingkat lokal. Tanpa solusi yang konkret, seperti peningkatan daya beli masyarakat atau dukungan bagi UMKM, situasi serupa berpotensi terulang di tempat lain. Sementara itu, bagi masyarakat, kejadian ini menjadi pengingat pentingnya menjaga moralitas dan ketertiban, bahkan di tengah kesulitan. [750 kata]
Cuitan tersebut, yang telah dilihat lebih dari 100.000 kali dan mendapatkan ribuan tanggapan, menampilkan gambar-gambar yang memperlihatkan kekacauan di Transmart Kubu Raya. Salah satu foto menunjukkan kerumunan massa yang berdesak-desakan, beberapa di antaranya terlihat membawa barang tanpa membayar. Foto lain memperlihatkan meja kasir yang dipenuhi sampah, botol minuman kosong, dan kemasan makanan yang telah dibuka, menandakan bahwa banyak pengunjung mengkonsumsi barang di tempat tanpa membayar. Papan bertuliskan "Sorry We're Closed" dengan tambahan pesan "Jelang Tutup Permanen, Transmart Kubu Raya Diserbu: Baju Dicuri, Makanan Dikonsumsi, Tapi Tak Dibayar" menjadi simbol akhir dari operasional pusat perbelanjaan ini.
Menurut laporan dari Gesuri.id yang diterbitkan pada 26 April 2025, penutupan permanen Transmart Kubu Raya merupakan akibat dari melemahnya daya beli masyarakat lokal. Anggota Komisi IV DPRD Kubu Raya, Agus Sudarmansyah, menjelaskan bahwa ini adalah efek domino dari stagnasi ekonomi yang dipicu pandemi COVID-19. "Tutupnya Transmart adalah cerminan nyata bagaimana gejolak ekonomi global berdampak hingga ke tingkat lokal," ungkap Agus. Ia menambahkan bahwa sejak pandemi, masyarakat di Kubu Raya mengalami penurunan pendapatan yang signifikan, sehingga pusat perbelanjaan seperti Transmart kesulitan bertahan.
Situasi ini diperparah oleh rumor penutupan yang telah beredar sejak akhir 2024, sebagaimana dilaporkan oleh Suarakalbar.co.id pada 24 April 2025. Norman, seorang pelaku UMKM yang berjualan di Transmart, mengaku telah mendengar kabar tersebut sejak Desember lalu. "Kami sudah tahu event-event di sini akan berakhir, tapi tak menyangka bakal seheboh ini," ujarnya. Sementara itu, Solihin, UMKM lainnya, menyampaikan kekecewaannya. "Transmart adalah lokasi yang nyaman untuk jualan, luas dan murah. Tapi sejak beberapa bulan terakhir, pengunjung menurun karena mereka tahu Transmart mau tutup," katanya. Solihin juga meminta pemerintah Kubu Raya memberikan solusi bagi UMKM yang terdampak penutupan ini.
Namun, apa yang terjadi pada hari-hari terakhir operasional Transmart jauh lebih dramatis dari sekadar penurunan pengunjung. Cuitan Andrew Darwis memicu diskusi sengit di X, dengan banyak warganet menyayangkan perilaku massa yang tidak tertib. "Gambaran SDM kita sebenarnya. Gak heran dapat pemimpin juga sama," tulis pengguna @sandyastina
. Pengguna lain, @ub41d, berkomentar, "Mau dikatain rendahan tapi pada ngamuk, gak mau dikatain tapi kelakuannya begini, kompleks ya hidup di Indo ini." Komentar-komentar ini mencerminkan kekecewaan masyarakat terhadap rendahnya kesadaran sosial di tengah situasi sulit.
Beberapa warganet bahkan membandingkan kejadian ini dengan perilaku di negara lain. "Udah kaya di India hahaha," tulis @trihar_v, sementara @ezash menambahkan, "Mirip orang India ya, pak." Komentar tersebut mengacu pada kerumunan dan tindakan anarkis yang terekam dalam gambar, di mana massa terlihat berebut barang tanpa mempedulikan aturan. Ada pula yang menghubungkan insiden ini dengan mentalitas masyarakat yang oportunistik. "Memang mayoritas mental orang Indonesia itu maling. Dari zaman Daendels sampai sekarang. Yang gak maling karena belum ada kesempatan aja," tulis @admiralkizaruuu.
Keributan ini juga menjadi cerminan dari ketidakpuasan masyarakat yang lebih luas. Sebuah cuitan balasan dari @minimalpintar membagikan data pemilu gubernur Kalimantan Barat, yang menunjukkan tingkat partisipasi pemilih di Kubu Raya hanya 63,85%, salah satu yang terendah di provinsi tersebut. Angka ini mengindikasikan adanya kekecewaan atau apati masyarakat terhadap kondisi sosial dan ekonomi di wilayah mereka, yang mungkin turut memicu perilaku anarkis di Transmart.
Di sisi lain, ada juga warganet yang menyoroti aspek moral dari insiden ini. "Kadang gw berpikir apa gunanya beragama kalau nggak bikin lu jadi bermoral, jadi orang baik, atau minimal jadi orang kaya," tulis @skletera. Komentar ini mengundang refleksi mendalam tentang nilai-nilai yang dipegang masyarakat di tengah tekanan ekonomi.
Insiden di Transmart Kubu Raya ini menjadi peringatan bagi pemerintah dan pemangku kepentingan untuk lebih serius menangani dampak ekonomi di tingkat lokal. Tanpa solusi yang konkret, seperti peningkatan daya beli masyarakat atau dukungan bagi UMKM, situasi serupa berpotensi terulang di tempat lain. Sementara itu, bagi masyarakat, kejadian ini menjadi pengingat pentingnya menjaga moralitas dan ketertiban, bahkan di tengah kesulitan. [750 kata]