Ketua IM57+ Institute, Lakso Anindito, menyuarakan harapan besar terhadap komitmen Presiden Prabowo Subianto yang menyatakan dukungannya terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Dukungan itu disampaikan Prabowo dalam momentum Hari Buruh Internasional atau May Day di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Kamis (1/5). Bagi Lakso, pernyataan tersebut tentu menjadi sinyal positif dalam pemberantasan korupsi, namun ia menegaskan bahwa komitmen semacam ini akan memiliki makna hanya jika benar-benar diwujudkan dalam tindakan nyata, bukan berhenti sebagai retorika politik semata.
Berkaca dari Pemerintahan Jokowi
Lakso mengingatkan bahwa janji serupa bukanlah hal baru. Ia mengacu pada masa pemerintahan Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo, yang menurutnya juga berulang kali menyuarakan pentingnya pengesahan RUU Perampasan Aset. Namun, hingga akhir masa jabatannya, RUU tersebut tidak pernah mencapai tahap pengesahan menjadi undang-undang.
Publik tentu masih ingat bahwa Presiden Jokowi pun telah beberapa kali menyampaikan komitmennya terkait RUU ini. Namun kenyataannya, sampai akhir masa pemerintahannya, tidak ada realisasi yang berarti. Bahkan upaya mendorong DPR untuk segera membahas dan mengesahkannya pun terkesan lemah. Ini berbeda dengan beberapa RUU lain, seperti RUU TNI misalnya, yang bisa dikoordinasikan dengan sangat cepat oleh pemerintah hingga berhasil disahkan.
Kekhawatiran terhadap Substansi RUU
Tak hanya menuntut realisasi dalam bentuk pengesahan, Lakso juga menekankan pentingnya menjaga substansi dari RUU Perampasan Aset itu sendiri. Ia mengingatkan agar pemerintah tidak hanya mengejar bentuk formal dari keberadaan undang-undang tersebut, namun juga memastikan isi dan mekanismenya tetap mengakomodasi prinsip-prinsip pemberantasan korupsi yang progresif dan kuat.
RUU Perampasan Aset jangan hanya disahkan sebagai simbol politik semata, tetapi harus mencerminkan semangat yang sesungguhnya dalam menindak kekayaan yang diperoleh secara tidak sah. Jangan sampai substansinya justru banyak dikurangi, apalagi menyangkut mekanisme penanganan *illicit enrichment* atau peningkatan kekayaan secara ilegal yang selama ini menjadi lubang besar dalam sistem hukum kita.
Pernyataan Tegas dari Prabowo
Pernyataan dukungan dari Presiden Prabowo terhadap RUU Perampasan Aset mencuat saat ia menghadiri peringatan May Day di Monas. Di hadapan ribuan buruh yang hadir, Prabowo dengan nada tegas menyampaikan bahwa ia tidak akan mentoleransi praktik korupsi dan akan mendukung penuh proses perampasan aset hasil kejahatan.
"Saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Masak sudah mencuri tapi nggak mau kembalikan hasil curiannya. Ya saya tarik saja itu!" kata Prabowo disambut sorak-sorai para buruh.
Ia juga mengungkapkan keheranannya atas fenomena di Indonesia di mana kadang masih muncul aksi demonstrasi yang justru mendukung pelaku korupsi. Fenomena ini dianggapnya sebagai bentuk penyimpangan logika moral dan menjadi tantangan serius bagi bangsa dalam menegakkan hukum dan keadilan.
Perampasan Aset, Instrumen Penting dalam Pemberantasan Korupsi
RUU Perampasan Aset merupakan instrumen penting yang telah lama dinantikan oleh berbagai elemen masyarakat sipil dan pegiat antikorupsi di Indonesia. RUU ini dirancang untuk memberikan dasar hukum yang kuat dalam menyita dan mengembalikan aset-aset yang diperoleh melalui tindak pidana, terutama korupsi, kepada negara.
Berbeda dengan mekanisme penyitaan yang mengharuskan adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, RUU Perampasan Aset menawarkan mekanisme *non-conviction based asset forfeiture* (perampasan aset tanpa harus menunggu vonis pidana). Ini akan sangat membantu aparat penegak hukum dalam menyita aset-aset yang berasal dari hasil korupsi yang kerap disembunyikan atau dialihkan ke pihak lain.
Ujian bagi Kepemimpinan Prabowo
Dengan latar belakang militer dan gaya kepemimpinan yang dikenal tegas, banyak pihak menaruh harapan bahwa Prabowo bisa menjadi sosok yang mampu mendorong reformasi hukum secara lebih progresif. Dukungan terhadap RUU Perampasan Aset bisa menjadi salah satu batu uji awal atas sejauh mana komitmen pemerintahannya dalam memberantas korupsi secara sistemik.
Namun demikian, publik tidak akan puas hanya dengan pernyataan. Tindakan nyata, seperti menginisiasi pembahasan RUU, membangun komunikasi politik lintas fraksi di DPR, dan memastikan substansi RUU tidak dikompromikan, akan menjadi indikator sejauh mana komitmen tersebut benar-benar dijalankan.
IM57+, sebagai lembaga yang dibentuk oleh eks pegawai KPK yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), telah menjadi salah satu suara kritis dalam mengawal isu-isu antikorupsi di Indonesia. Mereka menegaskan bahwa reformasi sektor hukum, termasuk pengesahan RUU Perampasan Aset, adalah bagian dari pekerjaan rumah besar yang tidak boleh ditunda.
Penutup
Komitmen Presiden Prabowo dalam mendukung RUU Perampasan Aset telah membuka harapan baru di tengah masyarakat yang mulai skeptis terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun, seperti yang diungkapkan oleh Lakso Anindito dari IM57+, harapan itu hanya akan berubah menjadi kepercayaan publik jika disertai langkah nyata dan keberanian politik untuk melawan arus kekuasaan yang selama ini acap kali menghalangi hadirnya keadilan substantif.
Masyarakat kini menanti: akankah pemerintahan Prabowo mampu melampaui janji dan benar-benar mewujudkan sistem hukum yang tegas terhadap para pelaku kejahatan ekonomi? Ataukah pernyataan tersebut akan menjadi sekadar bagian dari deretan narasi politik yang hilang ditelan waktu?
Berkaca dari Pemerintahan Jokowi
Lakso mengingatkan bahwa janji serupa bukanlah hal baru. Ia mengacu pada masa pemerintahan Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo, yang menurutnya juga berulang kali menyuarakan pentingnya pengesahan RUU Perampasan Aset. Namun, hingga akhir masa jabatannya, RUU tersebut tidak pernah mencapai tahap pengesahan menjadi undang-undang.
Publik tentu masih ingat bahwa Presiden Jokowi pun telah beberapa kali menyampaikan komitmennya terkait RUU ini. Namun kenyataannya, sampai akhir masa pemerintahannya, tidak ada realisasi yang berarti. Bahkan upaya mendorong DPR untuk segera membahas dan mengesahkannya pun terkesan lemah. Ini berbeda dengan beberapa RUU lain, seperti RUU TNI misalnya, yang bisa dikoordinasikan dengan sangat cepat oleh pemerintah hingga berhasil disahkan.
Kekhawatiran terhadap Substansi RUU
Tak hanya menuntut realisasi dalam bentuk pengesahan, Lakso juga menekankan pentingnya menjaga substansi dari RUU Perampasan Aset itu sendiri. Ia mengingatkan agar pemerintah tidak hanya mengejar bentuk formal dari keberadaan undang-undang tersebut, namun juga memastikan isi dan mekanismenya tetap mengakomodasi prinsip-prinsip pemberantasan korupsi yang progresif dan kuat.
RUU Perampasan Aset jangan hanya disahkan sebagai simbol politik semata, tetapi harus mencerminkan semangat yang sesungguhnya dalam menindak kekayaan yang diperoleh secara tidak sah. Jangan sampai substansinya justru banyak dikurangi, apalagi menyangkut mekanisme penanganan *illicit enrichment* atau peningkatan kekayaan secara ilegal yang selama ini menjadi lubang besar dalam sistem hukum kita.
Pernyataan Tegas dari Prabowo
Pernyataan dukungan dari Presiden Prabowo terhadap RUU Perampasan Aset mencuat saat ia menghadiri peringatan May Day di Monas. Di hadapan ribuan buruh yang hadir, Prabowo dengan nada tegas menyampaikan bahwa ia tidak akan mentoleransi praktik korupsi dan akan mendukung penuh proses perampasan aset hasil kejahatan.
"Saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Masak sudah mencuri tapi nggak mau kembalikan hasil curiannya. Ya saya tarik saja itu!" kata Prabowo disambut sorak-sorai para buruh.
Ia juga mengungkapkan keheranannya atas fenomena di Indonesia di mana kadang masih muncul aksi demonstrasi yang justru mendukung pelaku korupsi. Fenomena ini dianggapnya sebagai bentuk penyimpangan logika moral dan menjadi tantangan serius bagi bangsa dalam menegakkan hukum dan keadilan.
Perampasan Aset, Instrumen Penting dalam Pemberantasan Korupsi
RUU Perampasan Aset merupakan instrumen penting yang telah lama dinantikan oleh berbagai elemen masyarakat sipil dan pegiat antikorupsi di Indonesia. RUU ini dirancang untuk memberikan dasar hukum yang kuat dalam menyita dan mengembalikan aset-aset yang diperoleh melalui tindak pidana, terutama korupsi, kepada negara.
Berbeda dengan mekanisme penyitaan yang mengharuskan adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, RUU Perampasan Aset menawarkan mekanisme *non-conviction based asset forfeiture* (perampasan aset tanpa harus menunggu vonis pidana). Ini akan sangat membantu aparat penegak hukum dalam menyita aset-aset yang berasal dari hasil korupsi yang kerap disembunyikan atau dialihkan ke pihak lain.
Ujian bagi Kepemimpinan Prabowo
Dengan latar belakang militer dan gaya kepemimpinan yang dikenal tegas, banyak pihak menaruh harapan bahwa Prabowo bisa menjadi sosok yang mampu mendorong reformasi hukum secara lebih progresif. Dukungan terhadap RUU Perampasan Aset bisa menjadi salah satu batu uji awal atas sejauh mana komitmen pemerintahannya dalam memberantas korupsi secara sistemik.
Namun demikian, publik tidak akan puas hanya dengan pernyataan. Tindakan nyata, seperti menginisiasi pembahasan RUU, membangun komunikasi politik lintas fraksi di DPR, dan memastikan substansi RUU tidak dikompromikan, akan menjadi indikator sejauh mana komitmen tersebut benar-benar dijalankan.
IM57+, sebagai lembaga yang dibentuk oleh eks pegawai KPK yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), telah menjadi salah satu suara kritis dalam mengawal isu-isu antikorupsi di Indonesia. Mereka menegaskan bahwa reformasi sektor hukum, termasuk pengesahan RUU Perampasan Aset, adalah bagian dari pekerjaan rumah besar yang tidak boleh ditunda.
Penutup
Komitmen Presiden Prabowo dalam mendukung RUU Perampasan Aset telah membuka harapan baru di tengah masyarakat yang mulai skeptis terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun, seperti yang diungkapkan oleh Lakso Anindito dari IM57+, harapan itu hanya akan berubah menjadi kepercayaan publik jika disertai langkah nyata dan keberanian politik untuk melawan arus kekuasaan yang selama ini acap kali menghalangi hadirnya keadilan substantif.
Masyarakat kini menanti: akankah pemerintahan Prabowo mampu melampaui janji dan benar-benar mewujudkan sistem hukum yang tegas terhadap para pelaku kejahatan ekonomi? Ataukah pernyataan tersebut akan menjadi sekadar bagian dari deretan narasi politik yang hilang ditelan waktu?