Mantan politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Ferdinand Hutahaean, kembali mencuri perhatian publik lewat komentarnya yang cukup tajam soal kehidupan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurut Ferdinand, kehidupan Jokowi setelah lengser dari kursi RI-1 justru tak tenang, meski secara materi mungkin tidak kekurangan.
Dalam unggahannya di platform media sosial X (dulu Twitter), pada 9 Juni 2025, Ferdinand menyebut bahwa hidup Jokowi kini diwarnai tekanan sosial yang cukup berat. Ia bahkan mengatakan, "Pengen kasihan sih melihat hidupnya dan keluarganya, meski bertabur harta hasil menjabat, tapi dihakimi oleh pengadilan sosial publik." Kalimat itu sontak menuai berbagai reaksi dari warganet.
Ferdinand menilai bahwa tekanan publik yang kini dirasakan Jokowi merupakan konsekuensi dari tindakan dan kebijakan selama masa pemerintahannya. Ia menyebut Jokowi sebagai mantan presiden paling tidak tenang yang pernah ada. Menurutnya, "Hidupnya tidak tenang karena terlalu jahat meski tampak lugu dan ndeso." Pernyataan ini jelas menunjukkan kritik keras terhadap gaya kepemimpinan Jokowi.
Kegaduhan Sosial Dinilai Warisan dari Pemerintahan Jokowi
Tak hanya menyoroti kehidupan pribadi mantan presiden, Ferdinand juga menyinggung dampak pemerintahan Jokowi terhadap kondisi sosial masyarakat. Ia menyebut, berbagai kegaduhan yang terjadi di masyarakat saat ini tak lepas dari warisan kebijakan serta keputusan yang diambil Jokowi saat masih menjabat.
"Dia telah membuat hidup bangsa tidak tenang," ujar Ferdinand dengan nada tegas. Menurutnya, suasana sosial dan politik yang kacau tak terjadi begitu saja, melainkan merupakan hasil dari akumulasi tindakan pemimpin sebelumnya. Dalam konteks ini, ia mengajak masyarakat untuk melihat lebih dalam dan tidak langsung menyalahkan pihak-pihak lain.
Situasi politik Indonesia memang tengah panas. Muncul berbagai tuduhan, saling sindir antar kubu, dan maraknya pembahasan simbol-simbol yang dianggap menyimpan pesan tersembunyi. Semua ini, menurut Ferdinand, berakar dari gaya pemerintahan yang dianggap kurang membawa ketenangan dan kedamaian.
Ajakan untuk Introspeksi, Bukan Menyalahkan
Ferdinand secara tegas meminta agar Jokowi dan para pendukungnya tidak terus-menerus menyalahkan pihak lain yang kerap dijuluki sebagai "barisan sakit hati". Menurutnya, tuduhan tersebut justru menunjukkan sikap tidak mau bercermin atas apa yang telah terjadi.
"Dia dan pendukungnya harusnya introspeksi ke dalam. Mengapa hidupnya saat ini sangat tidak tenang? Bukan malah menyebut yang lain barisan sakit hati," tulis Ferdinand. Ia menekankan pentingnya evaluasi diri agar tak terus terjebak dalam narasi pembenaran yang hanya memperkeruh suasana.
Label barisan sakit hati memang kerap disematkan kepada pihak-pihak yang bersuara kritis terhadap pemerintahan Jokowi. Namun, Ferdinand justru melihat kritik itu sebagai bentuk kekhawatiran terhadap masa depan bangsa, bukan sekadar ungkapan kecewa.
Simbolisme Kapal dan Sorotan Warganet
Menariknya, isu terkait Jokowi belakangan ini tak hanya berkisar pada aspek politik dan sosial saja. Dunia maya sempat dihebohkan dengan temuan warganet yang mengaitkan nama dua kapal pengangkut nikel dengan sosok mantan presiden dan istrinya, Iriana Jokowi.
Dua kapal yang dimaksud adalah 'Dewi Iriana' dan 'JKW Mahakam'. Nama-nama ini kemudian menjadi bahan perbincangan hangat karena dianggap mengandung simbolisme yang merujuk langsung pada keluarga Jokowi. Warganet menduga ada pesan terselubung atau keterkaitan tertentu yang disematkan lewat penamaan kapal-kapal tersebut.
Kapal pengangkut nikel sendiri memang tengah menjadi sorotan seiring dengan meningkatnya ekspor hasil tambang ke luar negeri. Maka tak heran jika nama-nama kapal yang dianggap "berbau politik" langsung menjadi viral dan dibahas secara luas di media sosial.
Fenomena ini memperlihatkan bahwa publik masih sangat peka terhadap hal-hal yang berpotensi berkaitan dengan elit politik. Bahkan sesuatu yang tampak sepele seperti nama kapal bisa menjadi pemicu spekulasi dan pembicaraan nasional.
Dinamika Kehidupan Pasca-Kekuasaan
Fenomena yang menimpa Jokowi ini menunjukkan betapa beratnya kehidupan pasca-kekuasaan bagi seorang mantan presiden. Meski tidak lagi memegang jabatan, sorotan publik dan tekanan sosial tetap mengikuti. Apalagi di era digital seperti sekarang, segala hal bisa jadi viral dalam hitungan jam.
Dalam konteks ini, mantan pemimpin seperti Jokowi dituntut untuk terus bijak bersikap dan terbuka terhadap kritik. Ketenangan hidup pasca-kepemimpinan tidak datang secara otomatis, melainkan perlu diraih lewat tindakan reflektif dan tanggung jawab moral terhadap masa lalu.
Kehidupan mantan presiden bukan sekadar menikmati pensiun, tapi juga menghadapi pertanyaan-pertanyaan publik soal warisan kepemimpinan mereka. Ini yang membuat posisi mereka tetap penting dalam dinamika politik dan sosial bangsa.
Penutup: Kritik sebagai Cermin Bangsa
Apa yang disampaikan Ferdinand bisa jadi mewakili suara sebagian masyarakat yang merasa perlu ada pertanggungjawaban moral dari pemimpin sebelumnya. Kritik, bila disikapi dengan dewasa, justru bisa menjadi cermin yang membangun bagi masa depan bangsa.
Daripada saling menyalahkan dan melempar label, mungkin sudah saatnya semua pihak—baik mantan pemimpin maupun pendukungnya—mengambil langkah lebih bijak. Introspeksi politik dan keterbukaan terhadap kritik bisa membawa suasana yang lebih sehat dan kondusif bagi masyarakat.
Karena pada akhirnya, ketenangan hidup dan kehormatan bukan berasal dari kekuasaan, tetapi dari cara kita menyikapi masa lalu dan memperbaiki masa depan.
_____________