Jagat maya kembali digemparkan dengan temuan unik dan kontroversial. Nama dua kapal tongkang pengangkut nikel dari Raja Ampat mencuri perhatian karena menggunakan nama yang identik dengan tokoh penting di Indonesia, yaitu "Dewi Iriana" dan "JKW Mahakam."
Nama-nama ini sontak membuat warganet berspekulasi, mempertanyakan, dan bahkan geram. Kenapa nama kapal-kapal tambang bisa identik dengan nama mantan Presiden Joko Widodo dan Ibu Iriana?
Viral di Media Sosial, Netizen Bereaksi Keras
Hebohnya isu ini bermula dari unggahan akun X (dulu Twitter) @Xerathvox pada Minggu siang, 8 Juni 2025. Dalam unggahannya, ia menulis, "Mau tau sesuatu yang sangat membagongkan? Kapal pengangkut nikel itu bernama DEWI IRIANA dan JKW MAHAKAM.. Bejat se bejat bejatnya!"
Unggahan tersebut langsung meledak. Dalam waktu singkat, cuitan itu ditonton lebih dari 478 ribu kali, mendapat lebih dari 19 ribu reaksi, 261 komentar, dan dibagikan hampir 4 ribu kali. Netizen pun ikut bereaksi dengan berbagai ekspresi mulai dari marah, sarkastik, hingga bingung.
"Jirlah… mengerikan sekali konoha," tulis akun @mrtweetp. Sementara akun @Cosmic menyambungkan ini dengan pidato Gibran saat debat pilpres lalu, "Kan udah keliatan pas debat. Mereka dorong hilirisasi nikel. Jelas banget."
Dugaan Keterkaitan Politik dan Bisnis
Banyak yang mengaitkan nama kapal tersebut dengan isu hilirisasi nikel yang memang menjadi program unggulan era pemerintahan Joko Widodo. Netizen pun mulai mencurigai adanya keterkaitan antara bisnis tambang dan elite politik, apalagi dalam konteks Papua dan Raja Ampat yang selama ini dikenal sebagai daerah konservasi dan pariwisata dunia.
Sementara itu, akun-akun lainnya menyoroti dugaan pencitraan atau bahkan penyalahgunaan simbol negara dalam urusan bisnis.
Siapa Pemilik Kapal 'Dewi Iriana' dan 'JKW Mahakam'?
Hingga saat ini belum ada pernyataan resmi dari pihak yang disebutkan, baik dari pemerintah maupun pihak keluarga Joko Widodo. Namun, berdasarkan penelusuran yang dilakukan TribunBengkulu.com, kapal-kapal dengan nama kode "Iriana" dan "JKW" diketahui berafiliasi dengan sebuah perusahaan publik bernama PT IMC Pelita Logistik Tbk yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan kode saham $PSSI.
Perusahaan ini bergerak di sektor logistik dan pelayaran, dengan fokus utama pada pengangkutan batubara, nikel, dan mineral lainnya menggunakan kapal tongkang dan tugboat. Nama-nama kapal seperti "Dewi Iriana" dan "JKW Mahakam" bisa jadi merupakan penamaan internal yang tidak bermaksud politis—namun tetap menimbulkan pertanyaan.
Apakah Ada Unsur Politik di Baliknya?
Dalam dunia pelayaran dan tambang, penamaan kapal biasanya tidak diatur secara ketat, dan sering kali bersifat personal atau simbolik. Tapi ketika nama-nama tersebut identik dengan tokoh nasional, publik tentu akan menyoroti. Apalagi dalam situasi di mana hilirisasi nikel sedang jadi topik hangat dan keterlibatan elite politik menjadi sorotan.
Bukan sekali dua kali publik mencurigai adanya konflik kepentingan antara bisnis dan kebijakan negara. Kasus seperti ini menjadi sensitif karena menyentuh kepercayaan publik terhadap integritas pemimpin dan transparansi industri tambang di Indonesia.
Reputasi Raja Ampat Jadi Taruhan
Raja Ampat selama ini dikenal sebagai salah satu surga wisata laut dunia. Namun, aktivitas tambang di sekitar kawasan ini sempat menuai kontroversi. Sejumlah kelompok lingkungan dan tokoh masyarakat sempat melayangkan protes terhadap keberadaan tambang nikel yang dianggap mengancam ekosistem laut dan pariwisata setempat.
Kasus viral nama kapal ini kembali membuka luka lama. Banyak yang mempertanyakan, apakah nilai ekonomi dari pertambangan bisa benar-benar seimbang dengan nilai pelestarian alam yang dimiliki Raja Ampat?
Tanggapan Pemerintah Masih Dinanti
Sampai saat ini, belum ada klarifikasi dari Kementerian Perhubungan atau dari pihak yang bertanggung jawab atas regulasi pelayaran mengenai polemik nama kapal ini. Publik menanti apakah akan ada penjelasan mengenai proses pemberian nama kapal dan apakah hal tersebut melibatkan pihak-pihak tertentu.
Jika penamaan hanya bersifat kebetulan, maka perlu ada transparansi dan kejelasan agar tidak menimbulkan spekulasi liar. Namun jika ada indikasi simbolisasi politik, maka hal ini bisa menjadi preseden berbahaya bagi etika berbisnis di Indonesia.
Pelajaran dari Kasus 'Dewi Iriana' dan 'JKW Mahakam'
Kasus ini mengingatkan kita semua bahwa transparansi adalah kunci, terlebih dalam industri ekstraktif seperti tambang. Publik kini jauh lebih cerdas dan kritis. Netizen Indonesia bukan lagi sekadar penonton, tapi juga pengawas aktif terhadap apa yang terjadi di balik layar bisnis dan kebijakan nasional.
Apapun motif di balik nama-nama kapal tersebut, satu hal yang jelas: keterbukaan informasi sangat dibutuhkan. Ini bukan hanya soal nama, tapi soal simbol, etika, dan kepercayaan publik.
_____________