Kepala Desa Dadapan, Kecamatan Ngronggot, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur Yuliantono, merasa dirinya dirugikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan (UU Kejaksaaan).
Yulianto pun mengajukan permohonan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pasal 30B frasa khusus bidang intelijen dan Pasal 30B huruf a khusus frasa penyelidikan dalam UU Kejaksaan.
Kuasa hukum Yuliantono, Prayogo Laksono menyebutkan kedua pasal itu dirasa merugikan kliennya yang kini berstatus terlapor atas dugaan tindak pidana korupsi di Kejaksaan Negeri Nganjuk.
Prayogo menegaskan, kewenangan jaksa bidang intelijen dalam melakukan penyelidikan dan menjadikannya dasar penyidikan berpotensi menimbulkan multitafsir serta membuka peluang kesewenang-wenangan.
Ia menilai aturan itu tidak memberikan kepastian hukum dan mengabaikan hak konstitusional warga negara di hadapan hukum.
"Penyelidikan seharusnya diatur secara jelas oleh undang-undang, termasuk siapa pejabat yang berwenang melakukannya," ujarnya di Ruang Sidang Utama MK, Jumat (22/8/2025).
"Namun dalam UU Kejaksaan, hal ini tidak dijelaskan secara tegas sehingga bertentangan dengan prinsip negara hukum," sambung Prayogo
Hasil penyelidikan yang dijadikan dasar penyidikan disebut Prayogo telah mengabaikan hak-hak dari Yulianto sebagai terlapor di Kejaksaan Negeri Nganjuk.
Dia menyinggung putusan MK Nomor 28/PUU-V/2007 yang sebelumnya pernah menguji kewenangan jaksa sebagai penyidik.
Dalam perbandingannya, ia menyebut KUHAP dan UU KPK secara jelas mengatur kedudukan penyelidik, sementara UU Kejaksaan justru menimbulkan kekosongan hukum.
Dalam sidang dengan nomor perkara 138/PUU-XXIII/2025 ini, Ketua MK Suhartoyo memastikan kembali status Yulianto sekaligus menanyakan ihwal kasus korupsi apa yang tengah terjadi.
"Apa sih, dugaannya mengenai apa kalau boleh tahu? Mengenai apa? Kan berkaitan dengan uang negara, uang apa?" tanya Suhartoyo.
"Ya, terkait pembangunan fisik," balas Prayogo.
"Fisik di desa itu?" kembali Suhartoyo bertanya untuk memastikan dan dikonfirmasi langsung oleh Prayogo.
Sementara itu, hakim konstitusi Daniel Yusmic Foekh memberikan nasihat agar pemohon mencermati kembali gugatannya.
Hakim menyarankan agar pemohon menyusun argumentasi yang lebih kuat dengan doktrin juga perbandingan terhadap praktik di negara lain terkait penting atau tidaknya fungsi intelijen.
"Posita sebaiknya dapat diperkuat," ujar Daniel.
Dalam permohonannya, Yuliantono meminta MK menyatakan Pasal 30B huruf a UU Kejaksaan bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Kemudian menyatakan Pasal 30B frasa "Bidang Intelijen" dan Pasal 30B huruf a frasa "Penyelidikan" UU Kejaksaan bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Bunyi pasal 30B UU Kejaksaan:
Dalam bidang intelijen penegakan hukum, Kejaksaan berwenang:
a. menyelenggarakan fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan untuk kepentingan penegakan hukum;
b. menciptakan kondisi yang mendukung dan mengamankan pelaksanaan pembangunan;
c. melakukan kerja sama intelijen penegakan hukum dengan lembaga intelijen dan/atau penyelenggara intelijen negara lainnya, di dalam maupun di luar negeri;
d. melaksanakan pencegahan korupsi, kolusi, nepotisme; dan
e. melaksanakan pengawasan multimedia.
Untuk diketahui, Kejaksaan Negeri (Kejari) Nganjuk saat ini tengah menyelidiki dugaan kasus penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan keuangan di Desa Dadapan, Kecamatan Ngronggot.
Berdasar hasil pengumpulan keterangan dan data ditemukan dugaan anggaran Desa Dadapan sebesar Rp 400 juta telah disalahgunakan.
Selain itu, terdapat penyimpangan pada proses penyaluran anggaran. Yakni, dari rekening kas desa ditransfer ke rekening bendahara desa. Kemudian ditranfer kembali ke kepala desa setempat.
Dengan uang tersebut, sebanyak lima kegiatan pembangunan fisik dilangsungkan, termasuk biaya pemeliharaan.
Pembangunan itu meliputi, empat pavingisasi dan satu makadam. Beberapa pembangunan tak sesuai spesifikasi.
Dalam perjalanannya, terungkap pula dugaan manipulasi laporan pertanggungjawaban dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan. Sehingga timbul ketidaksesuaian jenis proyek.
Sebagai informasi dana Rp 400 juta ini berasal dari anggaran desa tahun 2024.
Dari situ, status penanganan dugaan kasus ini naik pada tahap penyelidikan. Sebab, ada indikasi perbuatan melawan hukum.
Kejari rampung memintai keterangan sejumlah pihak. Totalnya, sebanyak 13 orang.
Mereka antara lain, perangkat desa, pelaksana kegiatan, bendahara, sekretaris, dan kepala desa Dadapan, dan dua orang dari Dinas PMD (Pemberdayaan Masyarakat dan Desa) sebagai leading sektor pemberdayaan desa.
Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari Nganjuk, Koko Roby Yahya mengatakan penanganan kasus dugaan korupsi di Desa Dadapan sudah naik tahap penyidikan.
Penyidikan dilaksanakan guna mencari barang bukti serta tersangka.
Selain itu, untuk memperkuat bukti, Kejari kembali memanggil sejumlah saksi untuk diperiksa.
"Hari ini, dua orang perangkat Desa Dadapan diperiksa sebagai saksi," katanya, Selasa (19/8/2025).
Ia menyatakan, dalam dugaan kasus ini pihaknya telah menemukan bukti awal mengarah ke unsur dugaan tindak korupsi. Bukti itu berupa beberapa dokumen.
"Insyaallah bukti sudah ada. Termasuk dokumen," ungkapnya.
Koko menjelaskan, dalam menangani dugaan kasus ini, pihaknya tak menemui kendala.
"Mohon doa agar bisa segera kami tetapkan tersangkanya dan menyampaikannya kepada publik. Ini supaya perkara ini bisa terang benderang," ucapnya
_____________