Komisi Pemberantasan Korupsi kembali membuat publik terkejut setelah menangkap Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, yang akrab disapa Noel. Penangkapan ini terkait dugaan pemerasan dalam pengurusan sertifikasi keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Kasus tersebut langsung menyeret nama Noel ke dalam pusaran sorotan, terutama karena pernyataannya di masa lalu yang lantang menyebut siap dihukum mati bila terbukti korupsi. Ironi ini sontak mengundang komentar keras dari banyak pihak, salah satunya dari kalangan PDIP.
Politikus PDIP, Guntur Romli, menyinggung balik ucapan Noel sendiri. Ia mengingatkan bagaimana Noel pernah sesumbar siap menerima hukuman mati apabila terlibat korupsi. "Saya hanya ingin mengingatkan sesumbar Noel bahwa siap dihukum mati kalau korupsi. Katanya dia siap? Apa sekarang dia siap?" ucap Guntur. Menurutnya, kasus yang menjerat Noel merupakan masalah pribadi dan tidak ada kaitannya dengan jalannya pemerintahan. Namun begitu, Guntur menilai tindakan Noel adalah bentuk pengkhianatan terhadap Presiden Prabowo Subianto, yang sejak awal menegaskan komitmennya melawan praktik korupsi.
Guntur menekankan, tindakan Noel tidak bisa dilihat sebagai representasi istana. Ia meyakini Noel melakukan kejahatan ini di luar kebijakan pemerintah, sehingga murni merupakan tanggung jawab pribadinya. Meski begitu, dampaknya tetap besar karena Noel saat ini menduduki jabatan publik. Situasi ini menambah beban kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan yang baru berjalan. "Noel tidak mewakili Istana saat menjalankan kejahatan korupsi. Saya yakin dia berkhianat dengan tekad Presiden Prabowo untuk tidak korupsi," lanjut Guntur.
Pernyataan Noel yang kini kembali disorot sebenarnya muncul pada akhir 2020. Saat itu, ia masih menjabat sebagai ketua relawan Jokowi Mania (JoMan). Kala isu perombakan kabinet Presiden Jokowi mencuat, Noel mendesak agar calon menteri yang dipilih benar-benar orang bersih. Bahkan, ia mengusulkan agar setiap menteri menandatangani pakta integritas siap dihukum mati jika terbukti korupsi. "Dicari! Menteri super siap dihukum mati jika korupsi," ujarnya pada Desember 2020. Ucapan keras itu kini menjadi bumerang setelah dirinya sendiri terseret kasus yang sama sekali tidak sesuai dengan komitmen yang ia gaungkan.
Pada masa itu, Noel menekankan bahwa menteri seharusnya memiliki kredibilitas, integritas, dan loyalitas penuh. Ia mencontohkan nama-nama seperti Sri Mulyani sebagai sosok yang layak dijadikan panutan. Noel juga menegaskan bahwa figur-figur bersih dan petarung rakyat harus masuk kabinet agar kasus korupsi menteri tidak kembali terulang. Dengan latar belakang pernyataan tersebut, penangkapan Noel justru memperlihatkan kontras yang tajam antara idealisme yang pernah ia suarakan dengan kenyataan pahit yang kini ia hadapi.
KPK bergerak cepat dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan pada Rabu malam, 20 Agustus 2025. Dari OTT tersebut, ada sepuluh orang yang turut diamankan. Noel diduga memeras sejumlah perusahaan dalam pengurusan sertifikasi K3, sebuah dokumen penting yang menjadi syarat legalitas dan keselamatan di dunia kerja. Meski jumlah total uang yang diperas belum diumumkan secara detail oleh KPK, kasus ini sudah cukup untuk mengguncang opini publik. Masyarakat yang semula mengenal Noel sebagai sosok vokal antikorupsi kini melihat sisi lain yang penuh kontradiksi.
Tak hanya itu, KPK juga mengungkap sejumlah barang bukti mewah yang disita dalam operasi tersebut. Setidaknya ada 22 kendaraan yang diamankan. Deretan mobil yang ikut disita antara lain Nissan GTR, BMW, Hyundai Palisade, Mitsubishi Pajero Sport, hingga Jeep. Tak ketinggalan, sepeda motor kelas premium seperti Vespa dan motor sport Ducati turut diamankan. Koleksi kendaraan ini membuat publik semakin geram, karena seolah menjadi bukti gaya hidup glamor yang ditopang praktik kotor di balik jabatannya.
Bagi sebagian masyarakat, apa yang terjadi pada Noel merupakan ironi politik. Sosok yang dulu mendesak pemimpin bersih, kini terjebak dalam kasus yang justru menghancurkan reputasinya sendiri. Bahkan, komentar netizen banyak yang menyindir bahwa ucapan kerasnya di masa lalu kini menjerat dirinya. Situasi ini menjadi pengingat bahwa pernyataan lantang tidak ada artinya bila tidak diikuti dengan konsistensi dalam tindakan. Noel kini harus menghadapi konsekuensi hukum sekaligus beban moral dari publik yang kecewa.
Di sisi lain, kasus ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai proses seleksi pejabat publik. Banyak pihak menilai, seharusnya ada mekanisme yang lebih ketat untuk memastikan pejabat yang diangkat benar-benar bebas dari potensi konflik kepentingan atau praktik menyimpang. Kasus Noel seakan menjadi alarm bagi pemerintahan Prabowo untuk lebih berhati-hati dalam menentukan siapa saja yang dipercaya menduduki posisi penting. Tanpa kehati-hatian itu, risiko kasus serupa bisa saja terulang, menggerus legitimasi pemerintahan di mata rakyat.
Pada akhirnya, perjalanan hukum Noel akan sangat menentukan. Apakah ia benar-benar terbukti bersalah dan menerima hukuman berat, atau justru ada pembelaan yang menyelamatkan dirinya. Namun, bagi publik, peristiwa ini sudah meninggalkan luka kepercayaan. Bagaimanapun, seorang pejabat publik yang pernah sesumbar siap dihukum mati jika korupsi kini terjerat kasus yang sama. Situasi ini tidak hanya menyentil pribadi Noel, tetapi juga menjadi refleksi bagi semua pejabat lain agar tidak sekadar bersuara keras tanpa konsistensi dalam menjaga integritas.
_____________