Raksasa teknologi Microsoft melaporkan kerugian sebesar USD 3,1 miliar atau sekitar Rp 51 triliun pada laba bersih kuartal pertamanya. Penyebabnya adalah investasi besar-besaran di perusahaan kecerdasan buatan OpenAI, pengembang terkenal di balik ChatGPT. Meskipun mencatat kerugian dari sisi investasi, laporan keuangan terbaru menunjukkan kinerja Microsoft secara keseluruhan tetap kuat dengan pertumbuhan laba bersih yang signifikan.
Dalam laporan keuangannya, perusahaan menyebut bahwa penurunan laba bersih itu berasal dari metode investasi ekuitas, di mana sebagian besar dana tertanam dalam pengembangan teknologi AI yang berorientasi jangka panjang. Meski demikian, total laba bersih Microsoft justru melonjak menjadi USD 27,7 miliar, naik dari USD 24,67 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Kenaikan ini mencerminkan kinerja positif di segmen layanan cloud, perangkat lunak produktivitas, dan integrasi AI di berbagai produk unggulan mereka seperti Copilot dan Bing Chat.
Sejak awal berinvestasi pada OpenAI pada tahun 2019, Microsoft telah berkomitmen menanamkan modal sebesar USD 13 miliar, di mana hingga akhir September 2025 sekitar USD 11,6 miliar telah terealisasi. Investasi besar ini menunjukkan keyakinan Microsoft terhadap masa depan teknologi kecerdasan buatan dan dampaknya terhadap transformasi industri digital global.
Saat ini, valuasi kepemilikan Microsoft di OpenAI mencapai USD 135 miliar dengan estimasi setara 27% saham jika seluruhnya dikonversi. Berdasarkan perjanjian terbaru, OpenAI akan membeli layanan komputasi awan Azure tambahan senilai USD 250 miliar. Dalam kesepakatan baru ini, Microsoft tidak lagi memegang hak eksklusif sebagai penyedia utama layanan komputasi untuk OpenAI, sebuah langkah yang dianggap akan membuka peluang kolaborasi yang lebih luas bagi kedua belah pihak.
CEO Microsoft Satya Nadella menyebut hubungan dengan OpenAI sebagai salah satu kemitraan paling bersejarah dan menguntungkan dalam dunia teknologi. Dikutip dari CNBC, Nadella menegaskan bahwa kerja sama ini telah menciptakan simbiosis saling menguntungkan, di mana kedua perusahaan tumbuh bersama melalui inovasi, adopsi teknologi baru, dan percepatan digitalisasi industri.
Nadella juga menyoroti bagaimana kecerdasan buatan kini menjadi pilar utama strategi bisnis Microsoft. "Kami percaya masa depan teknologi akan dibangun melalui AI yang terbuka dan kolaboratif," ujarnya. Ia menambahkan bahwa investasi ini bukan sekadar tentang modal finansial, tetapi tentang membangun fondasi inovasi global yang berkelanjutan.
Walau bermitra lebih dari setengah dekade, bahkan sebelum peluncuran resmi ChatGPT pada akhir 2022, kini Microsoft dan OpenAI mulai menapaki jalur kompetisi di sejumlah segmen pasar AI. Hal ini mencerminkan dinamika alami industri teknologi, di mana kolaborasi dan persaingan sering berjalan beriringan untuk mendorong kemajuan inovasi.
Lebih dari setahun yang lalu, Microsoft secara resmi mencantumkan OpenAI sebagai salah satu pesaing dalam laporan tahunan perusahaannya. OpenAI kini berdiri sejajar dengan raksasa teknologi lain seperti Google, Apple, Amazon, dan Meta. Dalam laporan tersebut, OpenAI disebut sebagai kompetitor dalam produk berbasis AI, pencarian web, dan layanan periklanan digital, terutama sejak ChatGPT menjadi fenomena global.
Tak lama setelah laporan itu dirilis, OpenAI memperkenalkan prototipe mesin pencarian bernama SearchGPT, menandai babak baru persaingan di dunia teknologi pencarian berbasis AI. SearchGPT disebut-sebut mampu memberikan hasil pencarian yang lebih kontekstual dan alami berkat integrasi dengan model bahasa generatif. Langkah ini menunjukkan bahwa inovasi OpenAI tak hanya berhenti di chatbot, tetapi juga mulai merambah ke sektor yang selama ini dikuasai oleh pemain besar seperti Bing dan Google Search.
Sementara itu, Microsoft tetap mengandalkan model AI milik OpenAI untuk memperkuat fitur Copilot dan Bing Chat, dua produk andalan yang kini menjadi tulang punggung strategi AI perusahaan. Namun pada Agustus lalu, Microsoft mulai menguji model AI internal buatan tim risetnya sendiri. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan Copilot di masa depan serta mengurangi ketergantungan pada model pihak ketiga.
Para analis memandang strategi Microsoft sebagai bentuk diversifikasi yang cerdas. Dengan mengembangkan model AI sendiri, perusahaan dapat menjaga daya saing, efisiensi biaya, dan fleksibilitas teknologi. Di sisi lain, kemitraan dengan OpenAI tetap menjadi kunci utama dalam mempercepat inovasi yang lebih luas di ekosistem Microsoft.
Kerja sama strategis ini juga memberikan dampak positif bagi pengguna di seluruh dunia. Dengan semakin terintegrasinya AI ke dalam layanan Microsoft seperti Office 365, Azure, dan Windows, produktivitas pengguna meningkat signifikan. Berkat pendekatan kolaboratif dengan OpenAI, Microsoft berhasil memposisikan diri sebagai pionir dalam revolusi kecerdasan buatan yang ramah pengguna, aman, dan beretika.
Kombinasi antara investasi besar, inovasi teknologi, dan strategi jangka panjang menjadikan Microsoft sebagai pemain utama dalam transformasi digital global. Walau mengalami kerugian sementara dari sisi akuntansi, arah pertumbuhan perusahaan menunjukkan masa depan yang cerah — di mana kemitraan dan kompetisi berjalan berdampingan menuju kemajuan teknologi yang inklusif.
_____________
liputansembilan