"Saya prihatin melihat upaya Pak @jokowi pidanakan figur-figur yang vokal terkait masalah ijazah palsu, apapun pasal KUHP yang digunakan," tulis Dino dalam unggahannya. Menurutnya, langkah tersebut tidak sejalan dengan semangat demokrasi yang berkembang sejak era reformasi.
Dino menekankan bahwa mempertanyakan rekam jejak seorang pemimpin, termasuk soal ijazah, adalah hal yang wajar dalam negara demokratis. "Dalam negara demokrasi dan alam reformasi, hal-hal seperti ijazah, kesehatan, harta kekayaan, afiliasi politik dan bisnis, serta rekam jejak pemimpin negara sepenuhnya fair game untuk diketahui dan dikritisi publik," jelasnya.
Ia menambahkan, kritik adalah bagian yang tidak terpisahkan dari jabatan publik. "Being criticized is the price of leadership — sebelum, sewaktu, dan sesudah berkuasa," tegas Dino. Pandangan ini menegaskan bahwa keterbukaan terhadap kritik adalah salah satu konsekuensi pemimpin dalam sistem demokrasi.
Keputusan Jokowi untuk melaporkan tokoh seperti Roy Suryo dan pihak lainnya ke ranah pidana, menurut Dino, justru bisa menimbulkan persepsi negatif. Langkah ini dianggap sebagai upaya untuk membungkam suara kritis dan mengancam ruang kebebasan berpendapat. "Mempidanakan Roy Suryo dkk akan dinilai sebagai upaya Jokowi untuk menakut-nakuti masyarakat sipil. Ini berpotensi menjadi bumerang," ujarnya.
Lebih jauh, Dino menilai bahwa tindakan tersebut dapat memunculkan kesan panik dari pihak Jokowi terhadap pertanyaan publik soal keaslian ijazahnya. "Kriminalisasi ini memberikan kesan Jokowi sedang panik, dan akan semakin menyulut tanda tanya masyarakat," tambahnya.
Alih-alih memproses secara pidana, Dino menyarankan agar Jokowi mengambil langkah hukum yang lebih proporsional. Misalnya, menempuh jalur perdata atau hak jawab tanpa harus menjerat lawan kritik dengan pidana. "Seharusnya Jokowi tetap tenang, dan tempuh jalur hukum tanpa pidanakan Roy Suryo dkk," tegasnya.
Pernyataan Dino ini memicu beragam reaksi di jagat maya. Sebagian pengguna media sosial mendukung pandangan bahwa kritik terhadap pemimpin adalah hal lumrah dalam demokrasi. Di sisi lain, ada pula yang menilai bahwa penyebaran informasi tidak benar mengenai ijazah presiden bisa menyesatkan publik, sehingga pantas diproses hukum.
Kasus ini berawal dari ramainya tuduhan terkait keaslian ijazah Jokowi yang mencuat di media sosial. Tuduhan tersebut kemudian menyeret beberapa tokoh publik yang dianggap menyebarkan informasi tidak benar. Jokowi pun merespons dengan melaporkan mereka ke aparat penegak hukum, langkah yang kemudian menuai sorotan luas.
Situasi ini menunjukkan bahwa isu ijazah presiden tidak sekadar persoalan dokumen akademik, tetapi juga menyangkut persepsi publik, kebebasan berpendapat, dan kualitas demokrasi Indonesia. Publik menanti bagaimana proses hukum ini akan berjalan, apakah mampu menjaga keseimbangan antara penegakan hukum dan perlindungan kebebasan berekspresi.
Bagi Dino, menjaga kepercayaan publik lebih penting daripada memperkarakan kritik secara pidana. Dalam pandangannya, pemimpin yang percaya diri tidak perlu menggunakan instrumen hukum pidana untuk merespons isu yang dianggap menyerang secara personal. Polemik ijazah Jokowi pun kini menjadi salah satu perbincangan politik terbesar di Indonesia, yang menguji komitmen bangsa terhadap nilai-nilai demokrasi.
_____________