Ibunda dari Mu, Sitti Khadijah, mengaku sangat kaget ketika mendengar kabar penangkapan putranya. Ia merasa anaknya selama ini tidak menunjukkan tanda-tanda keterlibatan dengan kelompok ekstremis mana pun. Dalam kesehariannya, Mu lebih banyak di rumah dan sangat jarang bergaul di luar. "Biasanya dia hanya keluar kalau disuruh," ujar Sitti.
Aktivitas Sehari-hari yang Terpantau Normal
Menurut pengakuan Sitti, Mu adalah anak yang taat beragama dan sopan terhadap orang tua. Sehari-harinya, ia lebih sering menghabiskan waktu di rumah atau di masjid. "Tidak ada itu (tanda-tanda mencurigakan), dia salat ke masjid, selebihnya di rumah saja. Kalau keluar pun pasti karena saya yang menyuruh," jelasnya.
Mu saat ini masih duduk di bangku kelas 3 SMA dan belum memiliki pekerjaan tetap. Namun, ia aktif sebagai pengajar di sebuah rumah tahfidz Alquran bernama Rumah Tahfidz Grafis. Aktivitas ini bahkan menjadi rutinitas utamanya di luar kegiatan belajar. Ia mengajar anak-anak membaca dan menghafal Alquran, sebuah kegiatan yang biasanya justru menunjukkan sisi religius yang positif.
Menjadi pengajar rumah tahfidz mungkin terdengar biasa, tapi bagi sebagian orang, ini adalah bentuk pengabdian terhadap ilmu dan agama. Hal ini pula yang membuat Sitti semakin yakin bahwa putranya bukanlah bagian dari jaringan teroris seperti yang dituduhkan.
Penangkapan yang Mengejutkan Keluarga
Saat peristiwa penangkapan berlangsung, Sitti mengaku sedang tidak berada di rumah. Ia mengetahui informasi tersebut justru dari anak bungsunya. "Adiknya datang bilang, 'Ummi, Ammar ditangkap ki',' begitu katanya," tutur Sitti mengenang momen tersebut. Reaksinya tentu campur aduk antara kaget, bingung, dan tidak percaya.
Menurut informasi yang didapatkan Sitti dari tetangga sekitar, putranya ditangkap hanya sekitar 300 meter dari rumah. Lokasinya tak jauh, namun cukup mengejutkan mengingat Mu tidak dikenal sebagai anak yang sering nongkrong atau keluyuran.
Kesaksian Ketua RW dan Kronologi Singkat
Penangkapan Mu juga dikonfirmasi oleh Nasir Daeng Nai, Ketua RW 04 di Kelurahan Samata. Ia menyampaikan bahwa pelajar tersebut diamankan oleh aparat saat sedang membeli air galon isi ulang di depan SMP Citra. "Dia ditangkap di depan sekolah itu, pas lagi beli air minum," ucap Nasir, Sabtu.
Informasi awal yang beredar menyebutkan bahwa penangkapan Mu terkait dengan jaringan terorisme di Sulawesi Selatan. Meski belum ada pernyataan resmi lengkap dari kepolisian, kabar tersebut membuat warga sekitar mulai berspekulasi. Nasir sendiri mengakui bahwa isu yang berkembang memang mengarah pada keterlibatan Mu dalam aktivitas yang dianggap mencurigakan.
Namun, menurut Nasir, Mu dikenal sebagai anak yang aktif mengajar tahfidz di Palangga. Ia tidak begitu tahu aktivitas lain remaja itu, karena memang jarang terlihat di lingkungan RW tersebut. "Dia tinggalnya di sini, tapi banyak waktunya di Palangga, mengajar di pondok," ujarnya.
Jaringan Terorisme dan Penangkapan di Usia Muda
Fenomena penangkapan anak muda oleh Densus 88 bukan hal baru. Belakangan ini, aparat penegak hukum memang gencar memburu sel-sel terorisme yang diduga menyusup ke kalangan remaja dan pelajar. Mereka biasanya menyasar anak-anak muda yang aktif di media sosial dan bersemangat dalam mencari identitas diri.
Para ahli menyebut bahwa jaringan radikalisme remaja ini sering memanfaatkan forum-forum daring, grup WhatsApp atau Telegram untuk menyebarkan doktrin dan menjaring anggota baru. Dalam banyak kasus, yang direkrut adalah remaja dengan pemahaman agama yang sempit dan mudah dipengaruhi.
Namun dalam kasus Mu, informasi dari keluarga dan warga sekitar belum cukup menunjukkan tanda-tanda bahwa remaja ini memiliki keterlibatan langsung dalam kegiatan ekstrem. Masih diperlukan pendalaman lebih lanjut oleh pihak berwenang sebelum bisa disimpulkan dengan jelas.
Perlu Hati-hati dalam Menyimpulkan
Kasus ini mengingatkan kita bahwa tak semua orang yang ditangkap pasti bersalah. Ada prosedur hukum yang harus dilalui untuk membuktikan apakah seseorang benar-benar terlibat dalam aksi terorisme atau tidak. Sitti sendiri berharap proses hukum bisa berjalan adil dan transparan.
Sebagai masyarakat, kita juga harus bijak menyikapi kasus semacam ini. Jangan langsung menghakimi hanya berdasarkan kabar yang belum tentu lengkap. Perlu ada verifikasi informasi dan klarifikasi dari pihak berwenang agar tidak terjadi kesalahan persepsi.
Peran Orang Tua dan Lingkungan
Kasus ini juga menyoroti pentingnya peran orang tua dan lingkungan dalam memantau aktivitas anak muda. Meski Mu dikenal religius dan tertutup, bukan berarti tidak mungkin ia terpapar doktrin tertentu secara diam-diam. Di era digital seperti sekarang, informasi bisa datang dari mana saja.
Orang tua perlu aktif berdialog dan memantau secara halus aktivitas anak, baik secara langsung maupun melalui media sosial. Lingkungan pun harus berperan dalam menciptakan ruang aman bagi anak muda agar tidak terisolasi atau mudah terseret ke dalam arus pemikiran menyimpang.
Apa Langkah Selanjutnya?
Saat ini, Mu masih dalam proses pemeriksaan oleh pihak Densus 88. Hasil pemeriksaan ini akan menjadi kunci untuk menentukan apakah ia akan dibebaskan atau justru diproses hukum lebih lanjut. Bagi keluarga, yang terpenting sekarang adalah memberikan dukungan dan memastikan proses hukum berjalan seadil-adilnya.
Pemerintah dan masyarakat juga perlu memperkuat literasi digital dan pemahaman agama yang moderat agar generasi muda tidak mudah dimanipulasi. Sekolah, rumah tahfidz, dan organisasi kemasyarakatan punya peran besar dalam mencegah penyebaran paham radikal di tengah pelajar.
_____________