Ramai jadi perbincangan publik, kenaikan tarif listrik setelah program diskon 50 persen dari PLN berakhir mulai menarik perhatian anggota DPR RI. Banyak masyarakat mengeluh tagihan listrik mereka melonjak tajam meskipun merasa penggunaan listrik di rumah tetap sama seperti biasanya. Hal ini memunculkan dugaan bahwa tarif listrik sebenarnya diam-diam dinaikkan.
Sorotan tajam datang dari Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Aimah Nurul Anam. Dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar Kamis (22/5/2025) di Kompleks Parlemen, Mufti secara gamblang mempertanyakan niat PLN—apakah memang berupaya melindungi rakyat atau justru menyusahkan mereka dengan tarif yang dianggap "merampok".
Rakyat Bingung dan TertekanMufti mengungkapkan bahwa banyak masyarakat kini hidup dalam kecemasan. Setiap kali tagihan listrik datang, mereka merasa seperti mendapat kejutan yang tidak menyenangkan. Setelah program diskon listrik berakhir, sejumlah rumah tangga mengaku mengalami lonjakan tagihan sebesar 30 hingga 50 persen.
"Pak Darmawan, rakyat kita ini sampai jantungan tiap kali cek tagihan. Apalagi yang kemarin menikmati subsidi. Tiba-tiba sekarang tagihan listrik jadi dua kali lipat," ucap Mufti dengan nada serius. Ia pun mendesak agar PLN memberi penjelasan jujur kepada publik dan tidak menyembunyikan informasi sebenarnya soal tarif.
PLN Dituduh Tak TransparanPolitikus PDI Perjuangan ini mendesak agar PLN jangan berdalih jika tarif sebenarnya sudah naik. Menurutnya, jumlah keluhan yang muncul bukan hanya dari satu atau dua orang, tapi ribuan pelanggan mengaku tagihan listrik mereka melonjak drastis pasca subsidi dicabut. Hal ini pun menciptakan spekulasi liar di tengah masyarakat.
"Kalau memang tarif naik, ya akui saja. Jangan terus-terusan seakan-akan tak terjadi apa-apa," tegasnya. Ia bahkan mengingatkan, dalam kondisi ekonomi yang tidak menentu, kenaikan sebesar Rp 5.000 atau Rp 10.000 saja bisa jadi beban berat, apalagi bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Warganet Heboh, Tagihan Bisa Dua Kali LipatKeluhan atas melonjaknya tagihan listrik juga banyak bermunculan di media sosial. Salah satu pengguna akun X, @lagigabu***, mengaku kaget karena tagihan listriknya tiba-tiba melonjak setelah diskon berakhir. Sebelumnya, ia hanya membayar sekitar Rp 140 ribuan per bulan, namun setelah diskon selesai, tagihannya melonjak menjadi Rp 611.000.
Sementara itu, akun lain bernama @avenoor*** menyebutkan bahwa tagihannya naik hampir 50 persen meskipun konsumsi listrik di rumah justru menurun. Keluhan semacam ini cukup banyak, dan menandakan ada keresahan publik yang harus segera dijawab oleh PLN.
PLN Buka Suara: Bukan Naik, Tapi Pola PakaiMenanggapi kegaduhan ini, PLN lewat Vice President Komunikasi Korporat, Grahita Muhammad, menyatakan bahwa lonjakan tagihan mungkin disebabkan oleh pola penggunaan yang berubah. Menurutnya, banyak pelanggan yang tak sadar bahwa saat masa diskon, mereka menjadi lebih boros listrik karena merasa lebih ringan membayar. Ketika tarif kembali normal, mereka baru sadar tagihan melonjak.
Ia juga mengimbau agar pelanggan memantau riwayat penggunaan listrik melalui aplikasi PLN Mobile. Dengan begitu, mereka bisa tahu apakah lonjakan tagihan disebabkan penggunaan berlebih atau faktor lain.
Diskon Resmi Berakhir, Tarif Kembali ke Level NormalSeperti diketahui, program diskon 50 persen dari PLN berlaku untuk pelanggan dengan daya hingga 2.200 VA, dan hanya berlangsung selama dua bulan, yakni Januari dan Februari 2025. Mulai 1 Maret 2025, program tersebut dihentikan, dan tarif kembali normal.
Namun kabar baiknya, tarif kuartal II tahun 2025 tidak mengalami kenaikan tambahan. Artinya, tarif yang berlaku masih sama dengan kuartal sebelumnya. Ini diputuskan oleh pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat dan daya saing pelaku usaha.
Tarif Listrik Non-Subsidi Tetap StabilUntuk pelanggan nonsubsidi, berikut ini adalah tarif listrik yang berlaku selama April–Juni 2025:
- 900 VA: Rp 1.352/kWh
- 1.300 VA & 2.200 VA: Rp 1.444,70/kWh
- 3.500–5.500 VA: Rp 1.699,53/kWh
- 6.600 VA ke atas: Rp 1.699,53/kWh
- Bisnis 6.600–200 kVA: Rp 1.444,70/kWh
- Bisnis besar >200 kVA: Rp 1.114,74/kWh
- Industri besar >30.000 kVA: Rp 996,74/kWh
Tarif tersebut ditentukan dengan mempertimbangkan sejumlah parameter ekonomi makro seperti kurs, harga minyak mentah Indonesia (ICP), inflasi, dan harga batu bara acuan (HBA).
Subsidi Masih Berlaku untuk 24 GolonganBerbeda dengan pelanggan nonsubsidi, sebanyak 24 golongan pelanggan tetap mendapatkan subsidi listrik. Golongan ini mencakup rumah tangga miskin, industri kecil, serta pelaku UMKM. Jadi bagi sebagian masyarakat, beban tarif listrik tetap ringan dan stabil.
Keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif listrik nonsubsidi dalam kuartal ini patut diapresiasi. Namun, transparansi dalam komunikasi menjadi kunci. Kepercayaan publik pada PLN bisa terjaga jika informasi disampaikan secara jujur dan mudah dipahami oleh masyarakat.
Penutup: Apa yang Bisa Kita Pelajari?Kasus ini memberikan pelajaran bahwa edukasi soal tarif dan pemakaian listrik sangat penting. Banyak pelanggan merasa tertipu hanya karena tidak memahami perubahan tarif atau merasa tidak diberi informasi yang cukup. Padahal, sebagian besar dari mereka hanya ingin kejelasan, bukan janji manis.
PLN juga perlu memperbaiki cara berkomunikasi dengan pelanggan. Tidak semua orang terbiasa mengecek aplikasi atau memahami mekanisme subsidi dan penyesuaian tarif. Sederhanakan informasi dan berikan edukasi yang merata, agar tak ada lagi warga yang merasa dibebani secara diam-diam.
_____________
liputansembilan