"Apakah pernyataan Beathor ini termasuk menghina-hina dan merendah-rendahkan?" tulis Dokter Tifa dalam unggahannya yang dikutip pada Senin, 23 Juni 2025. Ia tidak berhenti sampai di situ. Jika memang pernyataan tersebut dianggap sebagai bentuk penghinaan, Dokter Tifa bahkan menantang kubu Jokowi untuk segera membawa kasus ini ke ranah hukum, tepatnya ke Polda Metro Jaya.
"Ayo sekalian laporkan ke Polda, biar makin semangat kita bongkar kasus ijazah Pasar Pramuka ini bareng-bareng," ucapnya. Nada satir dalam pernyataannya terasa kuat, apalagi ketika ia menyebutkan bahwa jika semakin banyak pihak yang dilaporkan karena dianggap menghina Jokowi, maka semakin besar pula peluang untuk menguak apa yang sebenarnya terjadi di balik kontroversi ijazah tersebut.
"Tambah banyak yang dituduh menghina dan merendahkan, tambah banyak yang dilaporkan, tambah gatel-gatel, lho," ujar Dokter Tifa dengan gaya bicara khasnya yang blak-blakan.
Lalu, apa sebenarnya yang dikatakan Beathor Suryadi sampai menuai reaksi seperti itu? Dalam sebuah wawancara yang dikutip dari Inews, Beathor mengungkap informasi mengejutkan soal dugaan pencetakan ulang ijazah Jokowi. Menurutnya, proses tersebut terjadi dalam sebuah pertemuan antara tim dari Solo dan beberapa kader PDIP DKI Jakarta.
Nama-nama yang disebut oleh Beathor antara lain David, Anggit, dan Widodo dari pihak Solo, serta Denny Iskandar, Indra, dan Yulianto dari pihak PDIP DKI. "Yang benar-benar tahu asal-usul ijazah itu cuma Denny dan Widodo," katanya. Beathor bahkan menyebut beberapa nama tokoh yang pernah melihat dokumen tersebut, termasuk Ketua DPRD DKI Jakarta periode 2014–2024, Prasetyo Edi Marsudi, mantan Ketua KPU DKI Jakarta Juri Ardiantoro, dan mantan anggota DPRD DKI dari Fraksi Gerindra, M. Syarif.
Beathor menekankan bahwa tidak semua orang bisa menilai keaslian dokumen dengan benar. "Apalagi kalau memang tidak ada niat menyelidikinya," ucapnya. Pernyataan ini seperti menyindir bahwa masih banyak pihak yang seolah 'tutup mata' terhadap kecurigaan yang beredar di tengah publik. Kasus ini memang bukan hal baru, tapi tampaknya belum juga menemukan titik terang.
Sebagai catatan, lokasi yang disebut-sebut dalam kontroversi ini adalah Pasar Pramuka, Jakarta Timur. Kawasan ini mengalami musibah kebakaran hebat pada 2 Desember 2024 lalu, yang menghanguskan sedikitnya 50 kios. Tragedi itu kemudian dikaitkan oleh sebagian pihak sebagai bagian dari konspirasi untuk menghilangkan jejak, walaupun belum ada bukti kuat yang menunjukkan hubungan langsung antara kebakaran tersebut dengan keberadaan dokumen yang dipermasalahkan.
Isu ini kembali hangat seiring meningkatnya tensi politik menjelang pelantikan kabinet baru. Nama Jokowi memang sudah tidak berada di puncak kekuasaan, namun pengaruhnya dalam dinamika politik masih sangat terasa. Apapun yang berkaitan dengannya—termasuk kontroversi lama soal ijazah—masih mampu menyulut perdebatan publik.
Dukungan terhadap Beathor dan Dokter Tifa juga terus mengalir dari berbagai pihak, terutama dari kelompok yang sejak awal mempertanyakan transparansi Jokowi terkait latar belakang pendidikannya. Namun tentu saja, di sisi lain, ada pula yang menilai isu ini hanya digoreng demi kepentingan politik tertentu.
Dalam situasi yang makin memanas ini, banyak pihak yang menantikan langkah hukum konkret. Apakah laporan ke polisi benar-benar akan dilakukan? Apakah kasus ini akhirnya akan dibuka secara terang-terangan di pengadilan, atau justru menguap begitu saja seperti rumor-rumor panas lainnya?
Yang jelas, kontroversi soal ijazah Jokowi telah menjelma menjadi simbol dari perdebatan yang lebih besar: tentang transparansi pejabat publik, hak masyarakat untuk tahu, dan tentu saja, tentang bagaimana isu-isu krusial kerap dibungkus dengan aroma drama politik.
Masyarakat kini menanti—bukan hanya pada kebenaran dari dokumen itu sendiri, tetapi juga pada keberanian semua pihak untuk membuka lembaran demi lembaran yang selama ini disimpan rapat-rapat.
_____________