Dalam sebuah momen yang penuh makna, Presiden ke-5 Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri, kembali menyuarakan kegelisahannya tentang kondisi hukum di Indonesia. Ungkapan ini ia sampaikan saat membuka pameran foto Guntur Soekarnoputra di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Pusat, Sabtu, 7 Juni 2025.
Dengan nada tegas dan ceplas-ceplos khas dirinya, Megawati menyoroti bagaimana ketidakadilan hukum kian terasa nyata dalam kehidupan berbangsa. Ia menyatakan bahwa semua warga negara seharusnya memiliki hak yang sama di mata hukum, seperti yang tertera dalam konstitusi Indonesia.
"Hukum Kita Sekarang Begini"
Megawati membuka pernyataannya dengan mengungkapkan keheranan atas kondisi hukum yang ia amati belakangan ini. Menurutnya, keadaan hukum Indonesia saat ini jauh dari yang diidealkan dalam konstitusi.
"Saya lihat keadaan hukum kita sekarang begini. Tidak dapat dibayangkan oleh saya, padahal dalam konstitusi tertulis jelas bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama di mata hukum," ujarnya dengan serius.
Pernyataan ini mengundang banyak perhatian, terutama karena datang dari seorang tokoh senior nasional yang juga menjabat sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan.
Ketika Kekuasaan Membutakan
Tak berhenti sampai di situ, Megawati menyinggung perilaku sejumlah penguasa yang dianggapnya mulai lupa diri. Ia menyatakan bahwa ada kecenderungan eksklusivitas dalam kekuasaan, di mana hanya satu golongan yang merasa paling Indonesia saat memegang kekuasaan.
"Sekarang orang sepertinya membutakan diri, bahwa kalau sedang berkuasa, hanya golongannya saja yang dianggap orang Indonesia. Yang lain? Belum tentu," kata Megawati menekankan.
Ia menyoroti betapa sempitnya cara pandang seperti ini jika dibiarkan terus menerus dalam sistem demokrasi yang sehat. Bagi Megawati, hal tersebut justru mencederai prinsip kesetaraan hukum dan hak sebagai warga negara.
Tidak Perlu Takut Mengkritik
Salah satu hal paling menarik dari pidato Megawati adalah ajakan agar masyarakat tidak takut menyuarakan pendapat, bahkan jika harus berhadapan dengan proses hukum. Ia menilai saat ini masyarakat terlalu mudah ditekan atau diintimidasi hanya karena menyampaikan kritik terhadap pemerintah.
"Tidak perlu takut. Ini yang membuat saya bilang hukum sekarang begini. Saya bicara apa adanya, ceplas-ceplos, mungkin lebih dari kakak saya," katanya sambil tersenyum kecil.
Megawati menambahkan bahwa banyak orang kini takut bersuara karena ancaman pemanggilan polisi yang kerap terjadi hanya karena seseorang mengkritik kebijakan negara. "Baru ngomong sedikit saja, langsung dipanggil polisi. Kok segampang itu?" sindirnya.
Polisi Bukan Warga Negara Istimewa
Dalam kritiknya, Megawati juga menyinggung peran aparat kepolisian. Ia mengingatkan bahwa polisi bukanlah warga negara istimewa, melainkan bagian dari rakyat biasa yang juga tunduk pada hukum.
"Emangnya polisi itu siapa? Memangnya warga terhormat Republik ini? Tidak," tegasnya. "Saya lho yang memisahkan kepolisian dari ABRI saat jadi presiden," tambahnya dengan penuh penekanan, merujuk pada reformasi struktural yang terjadi pada awal 2000-an.
Pernyataan ini tampak sebagai pengingat bahwa aparat keamanan seharusnya menjadi pelayan publik, bukan alat kekuasaan untuk membungkam rakyat.
Refleksi Sejarah dan Nilai Demokrasi
Megawati juga mengaitkan kritiknya dengan sejarah perjuangan bangsa. Ia menekankan bahwa Republik Indonesia dibangun dengan penuh pengorbanan, penderitaan, dan air mata. Maka dari itu, semangat untuk menjaga keadilan dan demokrasi seharusnya tetap hidup, terutama dalam sistem hukum kita.
"Republik ini berdiri bukan dengan mudah. Pendirinya bahkan pernah diperlakukan semena-mena. Waktu itu, rezim Orde Baru begitu kuat hingga membuat banyak orang tak berani bicara," kata Megawati, menyentil masa kelam kebebasan berpendapat di masa lalu.
Ia berharap generasi saat ini bisa lebih berani dalam menyuarakan aspirasi dan memperjuangkan hak mereka sebagai warga negara. Terlebih lagi, demokrasi yang sudah diperjuangkan susah payah tak boleh direduksi oleh tekanan kekuasaan.
Pesan Moral dari Seorang Ibu Bangsa
Pidato Megawati di tengah pameran foto keluarga ini justru menjadi pengingat yang kuat tentang kondisi demokrasi dan hukum di Indonesia. Ia bukan hanya berbicara sebagai tokoh politik, tetapi juga sebagai seorang ibu bangsa yang menyaksikan langsung pasang surut negeri ini sejak era Bung Karno hingga era reformasi.
Pernyataan Megawati seolah ingin menegaskan bahwa hukum yang adil dan berkeadilan adalah pilar utama negara. Tanpa itu, maka kita hanya akan menghasilkan rezim yang menakutkan, bukan yang melayani.
_____________