Melalui skema ini, koperasi di desa-desa bisa mendapatkan pinjaman hingga Rp 3 miliar dari bank-bank milik negara (Himbara), dengan tenor mencapai 6 tahun dan subsidi bunga sebesar 6 persen. Namun, jika koperasi gagal bayar, maka Dana Desa akan dipotong secara otomatis melalui sistem intercept sebagai bentuk pengembalian pinjaman tersebut.
Sri Mulyani menegaskan bahwa pembiayaan koperasi Merah Putih akan berasal dari kombinasi dana publik seperti APBN, APBD, dan Dana Desa, serta pinjaman dari bank. Skema ini diharapkan bisa memperluas akses permodalan koperasi yang selama ini sulit mendapatkan pembiayaan dari perbankan karena persoalan agunan dan kelayakan usaha.
Menteri BUMN Erick Thohir turut mendorong peran aktif BUMN dalam membina koperasi-koperasi ini, agar mereka tidak hanya mendapatkan modal, tetapi juga pendampingan usaha. Menurut Erick, koperasi Merah Putih ini bisa menjadi tulang punggung ekonomi desa yang kuat jika dikelola secara transparan dan akuntabel.
Namun, di sisi lain, beberapa pihak di DPR mengingatkan pemerintah agar tidak asal-asalan dalam menerapkan skema ini. Mereka khawatir jika koperasi tersebut bermasalah, maka masyarakat desa yang tidak terlibat bisa ikut menanggung akibatnya karena dana publik yang dipotong untuk menutup kerugian.
Pengamat ekonomi pun menyoroti potensi moral hazard jika dana desa dijadikan jaminan. Menurut mereka, koperasi bisa saja tidak bertanggung jawab karena merasa ada dana desa yang bisa dijadikan "penyelamat" ketika gagal bayar. Oleh karena itu, mereka menilai pentingnya pengawasan koperasi yang ketat agar hal itu tidak terjadi.
Di sisi lain, pemerintah beralasan bahwa mekanisme intercept ini sudah umum digunakan dalam pembiayaan daerah. Misalnya dalam pinjaman daerah kepada PT SMI atau lembaga keuangan lainnya. Namun untuk koperasi, ini adalah hal baru yang tentu saja perlu sosialisasi dan persetujuan desa secara demokratis.
Sejauh ini, sudah ada sekitar 72 ribu koperasi yang terbentuk, dan target pemerintah adalah membangun 80 ribu koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia. Hal ini sejalan dengan visi pertumbuhan inklusif yang ingin menghadirkan pemerataan ekonomi hingga ke pelosok desa.
Skema pembiayaan koperasi Merah Putih juga menjadi salah satu strategi pemerintah untuk memperkuat konsumsi domestik dan menciptakan kelas menengah baru dari desa. Pemerintah berharap koperasi bisa menjadi katalisator usaha produktif seperti pertanian, peternakan, perdagangan, hingga sektor jasa lokal.
Kementerian Desa, PDTT juga akan dilibatkan dalam pendampingan teknis dan penguatan kapasitas pengurus koperasi agar tidak hanya sekadar membentuk lembaga, tetapi juga menjalankan bisnisnya secara berkelanjutan. Kolaborasi ini menjadi penting untuk mengurangi potensi gagal bayar yang selama ini menjadi momok dalam pembiayaan mikro di daerah.
Meski demikian, sejumlah kepala desa masih bingung dengan teknis intercept dana desa yang akan dijadikan jaminan. Mereka khawatir dana yang semestinya digunakan untuk pembangunan fisik atau kesejahteraan warga justru habis untuk menutup utang koperasi yang dikelola oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Aparat desa mendesak agar pemerintah memberikan kejelasan mekanisme dan batasan-batasan yang tegas.
Sri Mulyani mengklaim pemerintah tidak akan lepas tangan. Menurutnya, koperasi Merah Putih akan diawasi secara ketat, baik oleh Kementerian Keuangan maupun lembaga pengawas keuangan lainnya. Ia juga meminta bank-bank penyalur kredit agar melakukan analisis kelayakan usaha yang memadai sebelum memberikan pinjaman kepada koperasi. Kredit usaha rakyat disebut-sebut akan menjadi model awal dari skema ini.
Kedepannya, pemerintah berencana membangun ekosistem digital untuk koperasi desa ini, mulai dari pelaporan keuangan secara daring, pemasaran produk koperasi secara online, hingga integrasi dengan platform pembayaran digital. Tujuannya agar koperasi bisa lebih modern, transparan, dan mudah diawasi. Koperasi digital menjadi target transformasi keuangan desa ke arah yang lebih modern.
Dengan skema ini, koperasi Merah Putih diharapkan bisa menjadi ujung tombak perekonomian desa yang selama ini tertinggal. Namun, tantangan utamanya tetap pada eksekusi dan manajemen yang baik, agar program ambisius ini tidak menjadi proyek gagal seperti yang pernah terjadi pada beberapa program desa sebelumnya.
_____________