Universitas Gadjah Mada (UGM) memberikan klarifikasi resmi terkait pernyataan kecerdasan buatan Lean Intelligent Service Assistant atau LISA UGM yang sempat viral setelah menyebut Joko Widodo bukan alumni kampus tersebut. Juru Bicara UGM, Dr. I Made Andi Arsana, menegaskan bahwa LISA merupakan sistem AI internal yang dikembangkan UGM bersama Botika dan bukan AI komersial seperti ChatGPT ataupun Gemini AI. Data yang digunakan LISA terbatas pada informasi akademik, kemahasiswaan, administrasi, dan pengembangan diri di lingkungan kampus.
Andi menjelaskan bahwa LISA masih berada dalam tahap pengembangan dan belajar dari dua sumber data: informasi internal UGM dan pencarian internet bila data internal tidak mencukupi. Karena itu, akurasi jawabannya bergantung pada kualitas data yang diterima. Ia menegaskan respons LISA terkait status kelulusan Presiden Joko Widodo tidak tepat dan menunjukkan adanya inkonsistensi, sehingga pernyataan tersebut tidak dapat dijadikan rujukan sahih. UGM memastikan bahwa Joko Widodo adalah alumni resmi, sebagaimana dinyatakan langsung oleh Rektor dan tercatat dalam informasi akademik yang valid. Penjelasan ini juga dipertegas dalam berbagai pembaruan mengenai alumni UGM dan sistem digital kampus yang sedang ditingkatkan.
Kontroversi bermula dari video percakapan antara pengguna dan LISA yang menunjukkan jawaban bahwa Jokowi bukan lulusan UGM, meski dalam kalimat lain LISA menyebut ia sempat menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan. Dua kali pertanyaan diajukan, dua kali pula LISA memberikan jawaban serupa, sehingga memicu polemik di ruang publik. Situasi ini menunjukkan perlunya penyempurnaan sistem serta peningkatan literasi digital masyarakat dalam memahami cara kerja AI kampus seperti AI Pendidikan.
Di tengah perdebatan tersebut, komentar publik turut mengemuka. Pengacara Ahmad Khozinudin menilai bahwa teknologi bisa salah, namun ia memandang LISA hanya menyampaikan hasil sesuai data yang tersedia. Ia mengkritisi respons pemerintah dan pihak lain yang dianggap terlalu reaktif terhadap isu ijazah Presiden, serta menyebut bahwa tekanan terhadap pihak yang mempertanyakan ijazah Jokowi justru memperbesar kecurigaan publik. Dalam tulisannya, ia menyebut LISA telah menunjukkan "kejujuran" berdasarkan input data, meski kemudian dibatasi aksesnya. Pandangan ini kembali memicu diskursus mengenai transparansi, akuntabilitas pejabat publik, serta hak masyarakat atas informasi — isu yang belakangan ramai diperbincangkan dalam berbagai diskusi tentang transparansi pemerintah dan ijazah Jokowi.
_____________
liputansembilan