Kata Megawati Tentang RUU Perampasan Aset: Bisa Disalahgunakan Aparat

Menu Atas

Header Menu

HEADLINES
.....
Ads

Kata Megawati Tentang RUU Perampasan Aset: Bisa Disalahgunakan Aparat

Kamis, 15 Mei 2025

Ads

Isu mengenai RUU Perampasan Aset kembali menjadi perbincangan hangat setelah pernyataan dari mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD. Dalam sebuah wawancara di program *Gaspol!* Kompas.com, Mahfud membagikan kisah pertemuannya dengan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, yang mengungkapkan kekhawatiran mendalam terhadap potensi penyalahgunaan undang-undang ini oleh aparat penegak hukum.

Kekhawatiran ini bukan tanpa dasar. Dalam praktik penegakan hukum, mekanisme penyitaan dan perampasan aset memang bisa menjadi celah bagi terjadinya pemerasan terselubung oleh oknum aparat. Hal inilah yang menjadi perhatian Megawati dan turut disampaikan Mahfud kepada publik. Penyalahgunaan wewenang kerap kali menjadi bayangan gelap di balik niat baik pembuatan kebijakan hukum di Indonesia.

Megawati: Waspadai Penyalahgunaan oleh Aparat

Menurut penuturan Mahfud, Megawati mendukung secara prinsip keberadaan Undang-Undang Perampasan Aset sebagai alat pemberantasan korupsi. Namun, ia juga menyampaikan ketakutannya bahwa undang-undang ini justru bisa disalahgunakan. "Pak Mahfud, kami setuju Undang-Undang Perampasan Aset, bagus. Tapi kalau sekarang diberlakukan, itu akan terjadi korupsi lebih besar," ujar Mahfud menirukan pernyataan Megawati.

Kekhawatiran tersebut mengarah pada potensi aparat hukum seperti jaksa dan polisi menggunakan undang-undang tersebut untuk menekan atau memeras seseorang. Mereka bisa mengancam akan menyita aset bila tidak diberikan sejumlah uang agar diberikan surat bersih. Korupsi penegak hukum menjadi ancaman nyata apabila tidak ada mekanisme pengawasan yang ketat dalam implementasi kebijakan ini.

Pernyataan ini mencerminkan kekhawatiran sebagian kalangan terhadap penguatan wewenang aparat tanpa kontrol yang memadai. Padahal, salah satu tujuan RUU ini adalah untuk meningkatkan efektivitas pemberantasan korupsi, terutama dalam kasus kejahatan ekonomi yang kompleks dan melibatkan aset dalam jumlah besar.

RUU Perampasan Aset: Kepentingan Politik di Balik Penundaan

Mahfud juga mengungkap bahwa penolakan terhadap RUU Perampasan Aset tak bisa semata-mata dilihat dari sisi administratif. Ada dimensi politis yang turut berperan dalam penundaan pembahasannya di parlemen. Ia menyebut adanya guyonan dari Ketua Komisi III DPR saat itu, Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul, yang menyatakan, "Kalau pemerintah mau, jangan ke kami. Kami ini korea, ke sana."

Ungkapan ini dinilai sebagai bentuk satire atau sindiran bahwa DPR seolah tidak memiliki kendali penuh atas keputusan legislatif dan mungkin hanya mengikuti arahan dari pihak tertentu. Dinamika politik di DPR memang kerap kali menjadi hambatan dalam pembahasan sejumlah RUU strategis, terutama yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan di kalangan elite.

Hal ini mengisyaratkan bahwa ada kemungkinan tarik-ulur politik di balik belum dibahasnya RUU ini secara resmi meskipun sudah diusulkan sejak lama. Sejak pemerintah mengajukan surat presiden (surpres) pada tahun 2023, tidak ada langkah signifikan yang diambil oleh DPR, bahkan hingga berakhirnya masa jabatan anggota DPR periode 2019–2024.

Komitmen Prabowo Terhadap RUU Perampasan Aset

Di tengah polemik tersebut, Presiden Prabowo Subianto menyatakan komitmennya mendukung pengesahan RUU Perampasan Aset. Dalam peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day yang digelar di Lapangan Monas, Jakarta, pada 1 Mei 2025, Prabowo menyampaikan dukungannya secara terbuka di hadapan ratusan ribu buruh yang hadir.

"Saudara-saudara, dalam rangka pemberantasan korupsi, saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Saya mendukung!" seru Prabowo dengan penuh semangat. Pernyataan ini disambut antusias oleh para buruh yang hadir, sebagai bentuk dukungan terhadap agenda reformasi hukum dan pemberantasan korupsi yang masih menjadi isu sentral di Indonesia.

Komitmen ini sekaligus menjadi ujian bagi Prabowo untuk menunjukkan keseriusannya dalam membenahi sistem hukum dan melawan kejahatan ekonomi. Sebab, meskipun dukungan politik dari eksekutif telah dinyatakan, implementasi kebijakan tetap membutuhkan kerja sama erat dengan legislatif. Komitmen antikorupsi harus dibarengi dengan langkah nyata, bukan hanya retorika publik.

RUU Perampasan Aset Dijadwalkan Dibahas 2026

Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil, mengungkapkan bahwa RUU Perampasan Aset kemungkinan baru akan dibahas pada tahun 2026. Alasan utama penundaan tersebut adalah karena DPR masih fokus dalam pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Nasir menyatakan bahwa setelah RKUHAP selesai dan disahkan, barulah Komisi III akan masuk ke pembahasan RUU Perampasan Aset. "Mudah-mudahan setelah KUHAP selesai, kita akan masuk ke RUU Perampasan Aset," katanya. Ini berarti, publik masih harus menunggu satu tahun lagi hingga pembahasan resmi dilakukan, meski urgensi terhadap perampasan aset hasil kejahatan ekonomi sudah disuarakan sejak lama.

Sebagai informasi, pemerintah sudah mengajukan usulan RUU ini sejak 2012, berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sejak 2008. Namun hingga kini, langkah konkret untuk mewujudkannya belum terlihat jelas. Padahal, keberadaan undang-undang ini sangat penting untuk memberikan landasan hukum dalam menyita hasil kejahatan seperti korupsi, narkotika, dan pencucian uang.

Harapan Publik dan Tantangan Legislasi

RUU Perampasan Aset diyakini dapat menjadi salah satu instrumen penting dalam memperkuat sistem hukum di Indonesia, terutama dalam menindak pelaku kejahatan ekonomi dan mengembalikan kerugian negara. Namun, tantangan legislasi tetap besar, mulai dari resistensi politik, potensi penyalahgunaan, hingga kepentingan tersembunyi di balik layar parlemen.

Kendati demikian, publik berharap bahwa RUU ini tidak kembali tertunda seperti dalam periode sebelumnya. Dengan semakin kuatnya desakan dari masyarakat sipil dan komitmen dari pemerintah, diharapkan pembahasan RUU ini dapat dilakukan secara transparan dan akuntabel. RUU antikorupsi seperti ini tidak boleh dibiarkan menjadi wacana kosong tanpa realisasi.

_____________

Punya Kabar Menarik?

Bagikan di LiputanSembilan.com GRATIS! 🚀

Langsung tulis dan kirim tanpa login atau buat akun.


Apakah di sekitar kamu ada prestasi membanggakan, kisah inspiratif, atau acara penting yang jarang terliput media? Atau ingin mempromosikan produk dan jasa secara luas?


💡 LiputanSembilan.com membuka kesempatan bagi siapa saja untuk mengirimkan berita secara GRATIS!

✅ Berita tentang prestasi lokal, kisah unik, atau kejadian penting di komunitas Anda
✅ Promosi barang atau jasa untuk menjangkau lebih banyak orang

📢 Jangan lewatkan kesempatan ini! Kirim berita kamu sekarang dan jadilah bagian dari LiputanSembilan.com!


Kirim Berita