Menkes Sebut Pria Ukuran Jeans 33-34 'Cepat Menghadap Allah', Wanita Lebih Aman?

Menu Atas

Header Menu

HEADLINES
.....
Ads

Menkes Sebut Pria Ukuran Jeans 33-34 'Cepat Menghadap Allah', Wanita Lebih Aman?

Jumat, 16 Mei 2025

Ads

Menteri Kesehatan Indonesia, Budi Gunadi Sadikin, kembali menjadi sorotan publik usai mengeluarkan pernyataan kontroversial terkait ukuran celana jeans. Dalam salah satu pernyataannya, pria yang akrab disapa BGS itu menyebut bahwa orang dengan ukuran celana jeans 33-34 "lebih cepat menghadap Allah". Meski terdengar sarkastik, pernyataan ini sebenarnya dimaksudkan untuk mengingatkan masyarakat tentang bahaya obesitas sentral.

Pernyataan tersebut viral di media sosial dan memancing beragam respons dari masyarakat. Sebagian menilai pernyataan itu tidak sensitif, sementara sebagian lainnya memahami maksud edukatif di baliknya. Namun, yang pasti, ucapan ini mengundang perbincangan luas mengenai apa itu obesitas sentral dan mengapa hal ini begitu berbahaya bagi kesehatan.

Mengenal Obesitas Sentral: Lebih dari Sekadar Berat Badan

Obesitas sentral merujuk pada penumpukan lemak yang terkonsentrasi di bagian perut atau pinggang. Kondisi ini berbeda dengan obesitas umum yang mengacu pada kelebihan berat badan secara menyeluruh. Dalam dunia medis, obesitas sentral dianggap sebagai indikator yang lebih akurat dalam memprediksi risiko penyakit kronis seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung, hingga stroke.

Batasan medis untuk menentukan obesitas sentral juga cukup jelas. Pada pria, seseorang dikatakan mengalami obesitas sentral jika lingkar pinggangnya lebih dari 90 cm, sementara pada wanita bila melebihi 80 cm. Ukuran tersebut secara praktis sering kali diidentikkan dengan ukuran celana jeans. Maka tak heran jika Menkes menghubungkannya dengan ukuran celana 33 atau 34 sebagai patokan awam untuk menjelaskan kondisi tersebut.

Hal ini juga selaras dengan fakta bahwa lemak perut memiliki karakteristik berbeda: lebih aktif secara metabolik dan cenderung memicu peradangan di dalam tubuh. Itulah sebabnya, obesitas sentral dianggap sebagai "pembunuh diam-diam" yang perlu diwaspadai.

Siapa yang Lebih Rentan? Pria atau Wanita?

Salah satu pertanyaan yang mengemuka terkait obesitas sentral adalah: apakah pria atau wanita yang lebih berisiko mengalami komplikasi akibat kondisi ini? Prof Dr Ketut Suastika SpPD-KEMD, seorang pakar endokrinologi, memberikan pandangannya mengenai hal ini. Menurutnya, secara umum risiko antara pria dan wanita relatif mirip. Namun, pada pria, efek obesitas sentral cenderung muncul lebih cepat.

"Kalau wanita itu, kena penyakit kardiovaskular di usia menstruasi masih bisa dicegah karena hormon estrogennya masih cukup banyak. Estrogen ini punya efek protektif terhadap jantung," jelas Prof Suastika. Dengan kata lain, hormon estrogen menjadi pelindung alami bagi wanita dari risiko penyakit jantung, setidaknya hingga mereka memasuki masa menopause.

Namun, situasinya berubah drastis setelah wanita berhenti menstruasi. Ketika kadar estrogen menurun, perlindungan tersebut perlahan menghilang dan risiko penyakit kardiovaskular meningkat signifikan. Dengan demikian, setelah menopause, risiko wanita terhadap penyakit akibat obesitas sentral menjadi setara dengan pria. Ini menandakan bahwa faktor usia dan hormonal juga memainkan peran penting dalam menentukan tingkat bahaya dari obesitas pada wanita.

Risiko Kematian Dini Nyata Akibat Obesitas Sentral

Pernyataan Menkes yang menyebut ukuran celana jeans besar bisa mempercepat kematian memang menimbulkan kontroversi, namun menurut Prof Suastika, secara ilmiah hal tersebut bukan tanpa dasar. Obesitas sentral memang berkorelasi kuat dengan peningkatan risiko penyakit tidak menular yang bisa berujung pada kematian dini, seperti penyakit jantung koroner dan diabetes.

"Risikonya nyata," tegas Prof Suastika. "Obesitas sentral dapat menyebabkan gangguan metabolik, hipertensi, hingga gagal jantung." Bahkan dalam sejumlah studi epidemiologi, mereka yang memiliki lingkar pinggang lebih besar dari ambang batas cenderung memiliki harapan hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang memiliki komposisi tubuh seimbang.

Lebih lanjut, komplikasi dari obesitas sentral juga mencakup sindrom metabolik, gangguan ginjal kronis, hingga gangguan hormonal. Ini membuat pencegahan dan pengendalian obesitas menjadi salah satu prioritas utama dalam kebijakan kesehatan global. Di Indonesia sendiri, pemerintah telah menjalankan sejumlah kampanye kesehatan seperti Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) untuk menanggulangi masalah ini sejak dini.

Strategi Pencegahan: Dari Pola Makan Hingga Aktivitas Fisik

Menghindari obesitas sentral bukan hanya soal menjaga berat badan ideal, tetapi juga mengelola distribusi lemak tubuh. Salah satu kunci utama adalah pola makan sehat dan aktivitas fisik teratur. Konsumsi makanan tinggi serat, rendah gula tambahan, dan lemak trans sangat dianjurkan untuk membantu menurunkan lemak visceral atau lemak dalam perut.

Latihan fisik seperti jalan cepat, berenang, bersepeda, atau olahraga aerobik lainnya terbukti efektif dalam mengurangi lingkar pinggang. Selain itu, tidur yang cukup dan manajemen stres juga menjadi faktor pendukung dalam menjaga metabolisme tubuh tetap stabil.

Penting juga untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala guna memantau kadar kolesterol, tekanan darah, serta kadar gula darah. Dengan deteksi dini, risiko komplikasi bisa ditekan seminimal mungkin.

Membingkai Ulang Pesan Kesehatan Secara Bijak

Pernyataan yang disampaikan Menkes Budi Gunadi Sadikin sebenarnya mengandung pesan penting, yaitu mendesak masyarakat untuk lebih sadar terhadap kesehatan tubuh, terutama dalam hal pencegahan obesitas sentral. Namun, cara penyampaiannya bisa saja menimbulkan kesalahpahaman atau bahkan melukai perasaan sebagian pihak.

Dalam konteks komunikasi publik, penyampaian pesan kesehatan perlu mempertimbangkan sensitivitas audiens. Pilihan kata yang empatik dan edukatif dapat membuat pesan lebih mudah diterima tanpa mengurangi urgensi yang ingin disampaikan. Meski demikian, di balik kontroversi ini, kita tidak bisa mengabaikan fakta ilmiah bahwa lingkar pinggang berlebih memang menjadi faktor risiko serius yang patut diperhatikan.

Kesimpulan: Bahaya Obesitas Sentral Bukan Isu Sepele

Perbincangan yang muncul akibat pernyataan Menkes seharusnya dijadikan momentum untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya obesitas sentral. Ini bukan sekadar masalah estetika, tetapi persoalan kesehatan yang nyata dan bisa berdampak jangka panjang. Baik pria maupun wanita memiliki risiko yang sama, meski perbedaan hormonal mempengaruhi waktu kemunculannya.

Langkah preventif harus dilakukan sejak dini, dengan gaya hidup sehat sebagai fondasi utama. Pemerintah, tenaga medis, dan masyarakat luas perlu bersinergi menciptakan lingkungan yang mendukung pola hidup sehat agar risiko kematian dini akibat obesitas bisa ditekan. Maka, meski pernyataan Menkes menuai kontroversi, pesannya tetap patut dijadikan bahan refleksi bersama.

Sumber: detilhealth

_____________

Punya Kabar Menarik?

Bagikan di LiputanSembilan.com GRATIS! 🚀

Langsung tulis dan kirim tanpa login atau buat akun.


Apakah di sekitar kamu ada prestasi membanggakan, kisah inspiratif, atau acara penting yang jarang terliput media? Atau ingin mempromosikan produk dan jasa secara luas?


💡 LiputanSembilan.com membuka kesempatan bagi siapa saja untuk mengirimkan berita secara GRATIS!

✅ Berita tentang prestasi lokal, kisah unik, atau kejadian penting di komunitas Anda
✅ Promosi barang atau jasa untuk menjangkau lebih banyak orang

📢 Jangan lewatkan kesempatan ini! Kirim berita kamu sekarang dan jadilah bagian dari LiputanSembilan.com!


Kirim Berita