Isu dugaan intimidasi terhadap tiga mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta tengah jadi perhatian publik. Menanggapi hal ini, Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyatakan akan meminta klarifikasi dari aparat penegak hukum (APH). Ia mengaku akan menanyakan secara langsung siapa pihak yang melakukan intimidasi, atas dasar apa, dan kenapa tindakan itu bisa terjadi terhadap para mahasiswa yang sedang menempuh proses hukum.
"Kami akan pertanyakan kepada APH mengenai siapa yang kemudian mengintimidasi, atas dasar apa diintimidasi, dan kenapa hal tersebut terjadi," ujar Puan usai menghadiri pertemuan dengan Perdana Menteri China, Li Qiang, di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Minggu (26/5/2025). Puan mengatakan hal itu sambil menjawab pertanyaan dari jurnalis yang menyinggung kabar tersebut.
Puan Mengaku Baru Mendengar dari Media
Terkait dugaan intimidasi ini, Puan juga menyampaikan bahwa ia baru mengetahui kabarnya dari pemberitaan media. Ia belum menerima laporan resmi atau penjelasan dari pihak terkait saat dimintai tanggapan. "Ini saya juga baru mengetahuinya dari media. Namun, jika memang seperti itu, maka kami akan lihat apakah yang dimaksud mengintimidasi," jelasnya. Sikap hati-hati Puan terlihat dari caranya menyikapi kasus ini yang memang belum jelas akar masalah dan siapa pelakunya.
Sebagai pejabat publik, Puan menyadari pentingnya kejelasan dan konfirmasi langsung dari aparat, terutama karena hal ini berkaitan dengan tindakan dugaan pelanggaran terhadap kebebasan akademik dan hak berpendapat mahasiswa. Ia menegaskan bahwa jika benar ada unsur tekanan terhadap mahasiswa yang menggunakan jalur hukum, maka hal itu harus ditindak secara serius.
Tiga Mahasiswa FH UII Ajukan Uji Formil UU TNI
Perkara ini bermula dari tindakan tiga mahasiswa Fakultas Hukum UII yang mengajukan permohonan uji formil terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Permohonan itu sudah terdaftar secara resmi di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan nomor registrasi 74/PUU/PAN.MK/ARPK/05/2025. Dengan kata lain, mereka melakukan tindakan hukum yang sah dalam konteks negara demokratis.
Permohonan ini dianggap cukup berani karena menyasar undang-undang yang menyangkut institusi militer. Dalam demokrasi, langkah tersebut merupakan bagian dari kontrol masyarakat sipil terhadap kebijakan negara, dan seharusnya tidak menimbulkan tekanan balik, apalagi intimidasi.
Dugaan Intimidasi oleh Orang Tak Dikenal
Sayangnya, setelah pengajuan permohonan tersebut, ketiga mahasiswa tersebut dilaporkan mengalami tindakan intimidasi dari orang yang tidak dikenal. Belum diketahui siapa pelaku sebenarnya atau dari kelompok mana, tetapi kejadian ini tentu menimbulkan keresahan di kalangan akademisi dan mahasiswa hukum pada khususnya. Dugaan intimidasi ini menjadi perbincangan luas karena berkaitan langsung dengan hak atas rasa aman dan kebebasan menyatakan pendapat.
Munculnya ancaman atau tekanan terhadap mahasiswa yang hanya menjalankan hak konstitusionalnya dapat menciptakan preseden buruk dalam sistem hukum Indonesia. Apalagi mereka bukan kriminal, melainkan warga negara yang menjalankan kontrol terhadap undang-undang melalui mekanisme yudisial review, sebagaimana dijamin oleh konstitusi.
Respons Mahkamah Konstitusi dan Kampus
Hingga kini, Mahkamah Konstitusi sendiri belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait keamanan para pemohon uji formil ini. Namun biasanya, dalam setiap proses uji undang-undang, identitas pemohon memang menjadi bagian dari dokumen publik. Meski begitu, pengamanan terhadap mereka tetap perlu dilakukan jika terbukti ada tekanan dari pihak luar.
Sementara itu, pihak kampus, Universitas Islam Indonesia, dikabarkan sudah memberikan pendampingan hukum dan psikologis terhadap ketiga mahasiswa tersebut. Dukungan dari kampus menjadi penting dalam mendorong keberanian mahasiswa menyuarakan pendapatnya secara hukum. Rektor UII juga disebut telah membentuk tim advokasi internal untuk mengawal kasus ini.
Wacana Perlindungan Hukum untuk Aktivitas Akademik
Kasus ini menimbulkan diskusi lanjutan tentang perlunya regulasi atau kebijakan yang memberikan perlindungan hukum terhadap aktivitas akademik, terutama saat berkaitan dengan kritik atau kontrol atas kebijakan negara. Dalam banyak kasus sebelumnya, mahasiswa atau akademisi yang kritis kerap mendapat tekanan baik secara sosial, politik, maupun hukum.
Padahal, kebebasan akademik adalah ruh dari pendidikan tinggi dan demokrasi. Jika mahasiswa tidak diberi ruang untuk berpikir kritis dan menyampaikan pendapat secara ilmiah, maka kualitas demokrasi akan terus menurun. Negara semestinya menjamin kebebasan tersebut, termasuk dalam bentuk pengawasan hukum melalui jalur konstitusi.
DPR dan APH Didorong Buka Investigasi
Berbagai kalangan masyarakat sipil dan organisasi HAM telah mendorong agar DPR dan aparat penegak hukum segera membuka investigasi menyeluruh atas dugaan intimidasi ini. Transparansi sangat diperlukan agar publik tahu siapa pelakunya dan bagaimana tindakan tersebut bisa terjadi. Jangan sampai kasus ini hanya jadi angin lalu tanpa ada pertanggungjawaban.
Beberapa pihak bahkan menyarankan agar DPR membentuk panitia khusus untuk menelusuri kasus ini lebih dalam. Mereka khawatir jika dibiarkan, akan muncul tren serupa yang membungkam suara kritis dari kampus-kampus lainnya. Terlebih lagi, ini berkaitan dengan isu ketatanegaraan dan reformasi sektor keamanan yang sangat sensitif.
Kesimpulan: Ujian Bagi Demokrasi dan Hukum
Dugaan intimidasi terhadap mahasiswa UII bukan hanya soal perlakuan terhadap tiga individu, tapi juga soal seberapa kuat komitmen kita terhadap prinsip demokrasi dan hukum. Jika langkah hukum warga negara saja dibungkam atau ditekan, maka sistem demokrasi kita sedang menghadapi ujian serius.
Ketua DPR RI Puan Maharani yang telah menyatakan sikap akan menanyakan langsung ke aparat penegak hukum, diharapkan benar-benar mendorong penyelesaian kasus ini secara transparan. Jangan sampai ada kesan pembiaran atau ketidakseriusan dalam melindungi hak konstitusional warga negara. Kita tunggu tindak lanjutnya, sambil berharap bahwa semua pihak tetap menjunjung tinggi hukum dan keadilan.
_____________