Pertemuan virtual ini menjadi kontak langsung pertama antara Rusia dan Ukraina sejak Maret 2022. Namun, suasana negosiasi masih belum kondusif karena Rusia kembali melontarkan sejumlah tuntutan baru yang cukup berat.
Lewat akun Truth Social miliknya, Trump mengumumkan bahwa dirinya akan berbicara dengan Putin pukul 10.00 waktu setempat. Dalam keterangannya, ia menekankan bahwa tujuan utamanya adalah menghentikan pertumpahan darah yang telah merenggut nyawa lebih dari 5.000 tentara Rusia dan Ukraina setiap minggunya. Ia juga menyebut "perdagangan" sebagai salah satu agenda tambahan dalam diskusi itu.
"Topik utama adalah menghentikan pertumpahan darah dan membahas perdagangan," tulis Trump. Ia berharap pembicaraan ini akan membuahkan hasil nyata, termasuk gencatan senjata yang dapat mengakhiri konflik yang menurutnya "seharusnya tidak pernah terjadi."
Dua Panggilan, Satu Misi Perdamaian?
Setelah berbicara dengan Putin, Trump berencana langsung menghubungi Zelensky dan sejumlah pemimpin NATO. Tujuannya? Membicarakan langkah-langkah strategis lanjutan untuk mendorong perdamaian.
Namun upaya ini tidak berjalan mulus. Seorang pejabat Ukraina yang terlibat dalam perundingan Istanbul menyebut bahwa delegasi Rusia mengajukan syarat yang dinilai "mustahil", yakni agar Ukraina menarik seluruh pasukannya dari Donetsk, Luhansk, Zaporizhzhia, dan Kherson. Semua wilayah itu diklaim Moskow sebagai bagian dari Rusia.
Kremlin belum memberikan tanggapan resmi soal permintaan tersebut. Namun, juru bicaranya, Dmitry Peskov, menegaskan bahwa pembicaraan sebaiknya dilakukan secara tertutup. Ia juga menyebut bahwa fokus Rusia saat ini adalah menyiapkan pertukaran 1.000 tahanan perang dari kedua belah pihak — meskipun belum ada tanggal pasti.
Putin dan Zelensky Bisa Bertemu?
Peskov bahkan menyebut bahwa pertemuan langsung antara Putin dan Zelensky bukan tidak mungkin terjadi, selama ada "kesepakatan tertentu" yang bisa dicapai. Sayangnya, ia tidak menjelaskan lebih lanjut soal bentuk kesepakatan itu.
Zelensky sendiri sebenarnya sudah melempar tantangan kepada Putin untuk bertemu secara langsung. Namun hingga kini, tidak ada respons dari Kremlin soal undangan tersebut.
Dalam diplomasi paralel, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov juga melakukan panggilan dengan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio. Menurut pernyataan Rusia, Lavrov mengapresiasi peran AS dalam mendorong dialog antara Rusia dan Ukraina.
Rubio menyebut bahwa pihak Rusia sedang menyusun "tuntutan dan ide" baru untuk membuka jalan menuju gencatan senjata. Ia bahkan mengusulkan agar Vatikan digunakan sebagai lokasi netral dalam perundingan selanjutnya — menyebutnya sebagai "tawaran yang sangat dermawan."
Serangan Drone & Tuntutan Sanksi Baru
Namun, seruan perdamaian ini dibayangi oleh serangan mematikan. Di saat yang hampir bersamaan, serangan drone Rusia menghantam wilayah Sumy, Ukraina, dan menewaskan sembilan penumpang bus sipil. Zelensky langsung mengecam tindakan itu sebagai "pembunuhan yang disengaja terhadap warga sipil."
"Tanpa sanksi lebih keras, Rusia tidak akan berubah. Tekanan adalah satu-satunya jalan menuju diplomasi yang sungguh-sungguh," tegas Zelensky. Di sisi lain, Rusia membantah menyerang warga sipil dan mengklaim bahwa serangan itu menargetkan fasilitas militer. Mereka juga menyebut telah merebut satu permukiman tambahan di timur Ukraina.
Reaksi Dunia: Optimisme atau Skeptisisme?
Meski Trump tampak optimis, banyak pemimpin Barat yang masih ragu terhadap itikad baik Rusia. Menteri Luar Negeri Inggris, David Lammy, menyatakan bahwa Moskow belum menunjukkan keseriusan dalam merundingkan perdamaian.
"Sekali lagi, Rusia bermain-main. Sampai kapan kita harus bersabar?" katanya kepada Reuters.
Presiden Prancis Emmanuel Macron juga menyampaikan kekecewaannya terhadap hasil perundingan di Istanbul. "Hasilnya nihil. Menghadapi sinisme Putin, saya harap Trump akan merespons dengan mempertimbangkan kredibilitas AS."
Sementara itu, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengonfirmasi bahwa Uni Eropa sedang menyiapkan paket sanksi baru terhadap Rusia. Namun, sejumlah analis meragukan efektivitas sanksi ekonomi lanjutan, mengingat Moskow sudah cukup beradaptasi setelah tiga tahun sanksi bertubi-tubi.
Trump, Damai, dan Dilema Diplomasi
Langkah Trump untuk masuk langsung dalam konflik ini memang bukan pertama kalinya. Namun, pendekatannya sering kali memicu pro dan kontra. Pekan lalu, ia menyatakan bahwa tidak akan ada perdamaian sebelum dirinya bertemu langsung dengan Putin — sebuah pernyataan yang disebut "kontradiktif" karena sebelumnya ia mendesak Zelensky untuk lebih terbuka terhadap tawaran Moskow.
Kremlin menyambut baik niat Trump untuk bertemu dengan Putin, namun menekankan bahwa pertemuan itu harus "dipersiapkan dengan sangat hati-hati." Jika semua berjalan sesuai rencana, pertemuan ini bisa menjadi titik balik dalam konflik Rusia-Ukraina yang telah berlangsung lebih dari tiga tahun.
_____________