Masalah Brondolan dan Pengepul Rugikan Petani Sawit di Jambi
Ads
scroll to continue with content

Menu Atas

Header Menu

HEADLINES
.....

Masalah Brondolan dan Pengepul Rugikan Petani Sawit di Jambi

Senin, 16 Juni 2025

Ads

Industri kelapa sawit di Provinsi Jambi kini tengah menghadapi ujian berat. Dalam beberapa tahun terakhir, tekanan dari luar dan dalam negeri membuat sektor ini harus berjuang keras untuk tetap stabil. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) wilayah Jambi pun menyuarakan keprihatinan mereka atas berbagai tantangan yang dianggap bisa berdampak besar terhadap eksistensi dan pertumbuhan industri ini ke depan.

Negosiasi Ekspor Sawit ke AS yang Tak Kunjung Usai
Salah satu tantangan utama datang dari sisi perdagangan internasional, terutama terkait ekspor ke pasar Amerika Serikat. Kepala Bidang Tata Niaga GAPKI Jambi, Kim Pun, menjelaskan bahwa perundingan antara Pemerintah Indonesia dan AS terkait ekspor minyak sawit mentah (CPO) berjalan sangat alot dan belum menemui titik terang.

Ketidakpastian ini membuat para pelaku industri cemas. Bagaimana tidak? Jika ekspor CPO tidak segera disepakati, maka potensi serapan produksi dalam negeri akan terganggu. Hal ini otomatis akan berdampak langsung pada harga pasar CPO.

"Kalau produksi kita berlebih tapi tidak terserap, ya sudah pasti harganya ikut jatuh," ujar Kim saat ditemui dalam sebuah pertemuan di Dinas Perkebunan Provinsi Jambi.

Fluktuasi Produksi: Ancaman dari Dalam Negeri
Namun, tantangan bukan hanya datang dari luar negeri. Di dalam negeri sendiri, industri sawit juga dibayangi oleh dinamika produksi yang semakin sulit diprediksi. Menurut Kim, siklus panen kelapa sawit kini semakin tak menentu. Para petani dan pelaku usaha kesulitan membaca pola hasil kebun sawit, yang bisa berubah drastis dalam waktu singkat.

Fluktuasi ini menyulitkan perencanaan bisnis. Para pelaku usaha harus menyesuaikan strategi secara berkala, dan ini membuat banyak rencana jangka panjang menjadi tidak relevan. Tanpa kejelasan dalam siklus produksi, maka efisiensi bisnis pun ikut terdampak.

Brondolan dan Pengepul Jadi Masalah Baru
Di sisi lain, persoalan seputar pengepul sawit dan pelaku usaha brondolan makin mencuat ke permukaan. Praktik ini ternyata berdampak serius terhadap kualitas produksi. Rendemen—yaitu rasio minyak yang berhasil diekstrak dari tandan buah segar—mengalami penurunan karena banyak buah sawit yang tidak dipanen secara optimal.

Kim menjelaskan, "Rendemen yang menurun itu artinya makin banyak limbah, makin sedikit minyak. Efisiensi pabrik bisa turun, bahkan bisa bikin rugi kalau terus-terusan begini."

Pabrik pengolahan yang mengandalkan input berkualitas tentu akan kesulitan jika pasokan buahnya berasal dari pengepul yang tidak menjaga standar mutu. Hal ini menambah beban biaya dan mengurangi produktivitas.

Kebijakan dan Tata Niaga Butuh Perhatian Khusus
Melihat kondisi yang ada, GAPKI Jambi mendorong pemerintah untuk lebih serius memberikan perhatian pada industri sawit. Menurut Kim Pun, langkah-langkah perbaikan tidak bisa hanya fokus pada hilir—di pabrik dan distribusi—tetapi juga harus menyentuh akar masalah, yakni di tingkat kebun dan tata kelola pasarnya.

Diperlukan regulasi yang mampu mengatur tata niaga secara adil, termasuk memperkuat posisi petani dan koperasi sawit agar mereka tidak bergantung pada pengepul nakal yang justru merusak kualitas hasil panen.

Selain itu, kolaborasi antara pemerintah, pengusaha, dan masyarakat petani harus ditingkatkan. Langkah edukasi dan pendampingan teknis akan sangat membantu untuk memperbaiki sistem panen, pasca-panen, serta penanganan brondolan.

Potensi Sawit Masih Besar, Asalkan Dikelola Baik
Meski tantangan begitu besar, bukan berarti industri sawit kehilangan harapan. Provinsi Jambi masih memiliki potensi besar untuk mendongkrak produksi sawit nasional. Bahkan, dengan perbaikan sistem dan kebijakan yang berpihak pada kualitas, komoditas ini bisa tetap menjadi andalan ekspor Indonesia di tengah persaingan pasar global.

Hal penting yang harus dilakukan adalah menjaga kesinambungan antara volume produksi dan mutu. Tanpa kualitas yang terjaga, pasar internasional akan sulit dilirik, apalagi dengan isu lingkungan dan keberlanjutan yang kini menjadi sorotan utama negara-negara tujuan ekspor.

Inovasi dan Digitalisasi Bisa Jadi Solusi
Untuk keluar dari tekanan, inovasi teknologi juga bisa menjadi jalan tengah. Digitalisasi proses pertanian, pemantauan produksi berbasis data, serta pengawasan kualitas berbasis sensor, bisa membantu pelaku usaha menekan kerugian. Sistem pelaporan berbasis aplikasi juga bisa membantu pemerintah daerah untuk memantau pergerakan hasil panen secara real-time.

Lebih jauh lagi, jika sistem ini bisa diterapkan di seluruh rantai pasok, maka semua pihak akan lebih mudah mengambil keputusan yang strategis.

Krisis Bisa Jadi Titik Balik
Kondisi yang penuh tantangan ini bisa menjadi momentum refleksi. Apakah industri sawit Indonesia hanya ingin mengejar kuantitas tanpa memperhatikan kualitas dan keberlanjutan? Atau justru ini saatnya untuk bangkit dan merancang ulang masa depan industri sawit berkelanjutan?

Pilihan ada di tangan pemangku kepentingan. Namun satu hal yang pasti, jika dikelola dengan benar, kelapa sawit tetap bisa menjadi kekuatan ekonomi nasional yang besar dan membawa manfaat bagi jutaan petani di seluruh Indonesia.

_____________

Punya Kabar Menarik?

Bagikan di LiputanSembilan.com GRATIS! 🚀

Langsung tulis dan kirim tanpa login atau buat akun.


Apakah di sekitar kamu ada prestasi membanggakan, kisah inspiratif, atau acara penting yang jarang terliput media? Atau ingin mempromosikan produk dan jasa secara luas?


💡 LiputanSembilan.com membuka kesempatan bagi siapa saja untuk mengirimkan berita secara GRATIS!

✅ Berita tentang prestasi lokal, kisah unik, atau kejadian penting di komunitas Anda
✅ Promosi barang atau jasa untuk menjangkau lebih banyak orang

📢 Jangan lewatkan kesempatan ini! Kirim berita kamu sekarang dan jadilah bagian dari LiputanSembilan.com!


Kirim Berita