Kisah Bripda Bagus ini viral setelah percakapan pribadinya dengan sejumlah wanita tersebar di media sosial. Screenshot demi screenshot memperlihatkan bagaimana dia merayu banyak wanita demi kepentingan pribadi. Mirisnya, semua itu dia lakukan hanya untuk menutupi hutang pinjaman online (pinjol) yang melilitnya.
Sosok Bripda Bagus dan Aksi Tipu-Tipunya
Di lini masa platform X (dulu Twitter), kasus ini dibongkar oleh akun bernama @viralinae. Melalui unggahannya, akun tersebut menyebut Bripda Bagus sebagai sosok yang gemar mempermainkan wanita, bahkan termasuk istri orang. Tujuannya? Agar para korban bersedia membantu membayar utang pinjolnya. Sungguh ironis, seorang abdi negara justru memanfaatkan posisinya untuk menipu masyarakat.
"Ya ampun, abdi negara ada aja modelan mokondo kayak gini," tulis akun @viralinae dalam unggahan tersebut. Istilah "mokondo" yang dipakai netizen ini pun jadi trending karena dianggap pas menggambarkan kelakuan Bripda Bagus.
Dalam unggahan itu juga dilampirkan bukti-bukti perselingkuhan, tangkapan layar percakapan dengan berbagai wanita, bahkan pengakuan korban yang menyebut bahwa kasus ini sebenarnya sudah pernah ramai di TikTok sebelumnya. Rupanya, Bripda Bagus bukan hanya iseng sesaat—aksi ini dilakukan secara sistematis, bahkan terkesan sudah jadi kebiasaan.
Respons Publik dan Reaksi Polisi
Salah satu tangkapan layar menunjukkan bagaimana Bripda Bagus dengan enteng mengatakan, "Aku udah tau kamu lapor, gak bakal nembus. Kalo uangmu gak banyak." Ucapan ini bukan hanya merendahkan korban, tapi juga menyiratkan bahwa proses hukum bisa "dibeli"—sebuah tuduhan serius terhadap integritas Polri.
Netizen tentu saja geram. Komentar-komentar bermunculan, mulai dari kekecewaan hingga tuntutan agar Bripda Bagus dipecat. Dalam narasi lain, akun @viralinae juga mengungkap bahwa saat korban hendak melapor, mereka justru mendapat respons pesimistis, bahkan sinis. Disebutkan bahwa proses laporan tak akan jalan jika pelapor tak punya cukup uang. Hal ini tentu menambah panas reaksi masyarakat.
Menyadari kehebohan ini, akun resmi Polda Jateng akhirnya memberikan respons. Dalam cuitan balasannya, mereka mempersilakan korban atau masyarakat untuk melapor ke Bid Propam Polda Jateng. "Kami siap melayani dengan transparan dan tuntas," tulis akun X resmi mereka.
Langkah Tegas Polda Jateng
Menanggapi kasus yang viral ini, Kabid Humas Polda Jateng Kombes Artanto memberikan keterangan resmi. Ia menyatakan bahwa Bripda Bagus memang sedang dalam pemeriksaan. Proses tersebut ditangani langsung oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam), tepatnya bagian Paminal.
"Sudah ditangani dengan penyelidikan oleh Paminal Bid Propam Polda Jateng," ujar Kombes Artanto. Artinya, institusi Polri tak tinggal diam. Mereka menyatakan akan menindak jika terbukti ada pelanggaran etik maupun hukum.
Langkah ini dianggap penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap institusi Polri. Mengingat kasus ini menyangkut oknum anggota yang diduga menyalahgunakan jabatan, maka transparansi dan keadilan menjadi dua hal yang sangat dinantikan.
Pola Penipuan yang Tersusun Rapi
Apa yang dilakukan Bripda Bagus bukanlah sekadar kenakalan biasa. Dari kronologinya, tampak bahwa ia menjalankan modus penipuan berkedok asmara. Ia membangun hubungan emosional dengan para korban, hingga mereka merasa sayang dan percaya, lalu dimanfaatkan secara finansial.
Sebagian korban mengaku diminta mentransfer uang, sebagian lagi bahkan dijanjikan hubungan serius. Namun semua berujung pada kekecewaan. Ini mirip dengan pola "romance scam" yang marak di internet, hanya saja pelakunya adalah seorang aparat negara yang seharusnya menjadi pelindung, bukan pemangsa.
Kritik terhadap Sistem dan Budaya Internal
Kasus ini bukan hanya persoalan pribadi, tapi juga mencerminkan potensi kelemahan dalam pengawasan internal institusi. Ketika anggota muda bisa bebas melakukan aksi semacam ini tanpa cepat terdeteksi, masyarakat pun mempertanyakan sistem pengawasan Polri. Apakah ada ketidaktegasan dalam mendeteksi perilaku menyimpang sejak awal?
Beberapa netizen juga menyoroti bagaimana keluhan publik sering kali baru direspons setelah viral. Padahal jika kanal pengaduan berjalan efektif dan transparan, mungkin kasus seperti ini bisa ditangani sebelum meluas.
Korban Harus Diberi Ruang
Di sisi lain, penting juga bagi institusi hukum untuk membuka ruang bagi para korban agar bisa melapor tanpa rasa takut. Masyarakat butuh jaminan bahwa setiap laporan akan diproses, tanpa harus viral terlebih dahulu. Tanpa kepercayaan ini, korban potensial di masa depan akan terus takut bersuara.
Jika kasus seperti ini terus terjadi dan hanya berakhir dengan sanksi internal tanpa transparansi, citra Polri akan semakin rusak. Apalagi di era digital seperti sekarang, informasi sangat mudah menyebar dan publik sangat cepat menilai.
Harapan Publik: Tegas, Adil, dan Transparan
Kasus Bripda Bagus bisa jadi momentum evaluasi menyeluruh. Mulai dari rekrutmen, pengawasan, hingga pembinaan personel muda. Reformasi internal Polri harus terus didorong agar institusi ini bisa kembali dipercaya sepenuhnya oleh rakyat.
Publik tak menuntut kesempurnaan, tapi keadilan dan keseriusan dalam menangani setiap bentuk pelanggaran. Tentu, tidak semua anggota polisi seperti Bripda Bagus. Banyak juga yang berjuang tulus di lapangan. Tapi kasus semacam ini tetap harus ditindak dengan tegas demi menjaga kehormatan institusi.
_____________