Kasus penangkapan komplotan yang merugikan bandar judi online di Yogyakarta masih menyedot perhatian publik. Lima orang tersangka dibekuk Polda DIY setelah memanfaatkan celah teknis dalam sistem promosi situs judi online, sehingga mampu menarik keuntungan besar dan membuat bandar merugi. Namun, alih-alih menjadi pintu masuk untuk membongkar jaringan besar di balik bisnis ilegal tersebut, penanganan kasus ini justru menimbulkan tanda tanya besar mengenai arah penegakan hukum. Banyak pihak melihat langkah polisi sebagai tindakan yang justru melindungi kepentingan para bandar.
Anggota Komisi III DPR RI, Syarifuddin Sudding, menilai langkah Polda DIY tersebut janggal. Menurutnya, kelima pelaku ini seharusnya bisa dimanfaatkan sebagai sumber informasi untuk melacak dan menangkap bandar besar yang menjadi dalang kejahatan digital ini. Ia mempertanyakan mengapa aparat begitu cepat menindak pelaku yang merugikan bandar, sementara para bandar itu sendiri tak tersentuh. "Kalau yang melapor bandarnya, kenapa justru pelapor tidak ikut ditindak? Logika penegakan hukumnya di mana?" tegasnya.
Sudding menyebut fenomena ini sebagai ironi. Polisi terlihat lebih sigap menindak kasus yang merugikan bandar, namun lambat atau bahkan abai ketika berhadapan dengan pihak yang merugikan masyarakat luas. Ia mengibaratkan tindakan ini seperti memangkas ranting tapi membiarkan akar kejahatan tetap tumbuh. Menurutnya, sistem judi online itu sendiri bersifat ilegal, merusak masyarakat, dan telah lama dibiarkan berkembang di ruang digital Indonesia tanpa pengawasan berarti.
Pertanyaan yang lebih penting, menurut Sudding, bukanlah siapa yang mengakali sistem, melainkan mengapa sistem ilegal ini bisa beroperasi tanpa tersentuh aparat. Ia khawatir penegakan hukum justru dimanfaatkan untuk mengamankan kepentingan para bandar besar. Oleh sebab itu, ia mengingatkan aparat agar tidak bersikap diskriminatif, terutama dalam kasus yang memiliki dampak sosial dan ekonomi luas seperti judi digital. Apalagi, fenomena ini sudah menjadi epidemi sosial yang menghancurkan keluarga, menjerat generasi muda dalam lilitan utang, dan memicu kecanduan di kalangan masyarakat bawah.
Sudding menegaskan, bila aparat benar-benar serius menindak berdasarkan laporan masyarakat, seharusnya yang diburu adalah aktor utama yang menciptakan ekosistem perjudian. Ia mendesak Polda DIY untuk bekerja secara profesional, transparan, dan akuntabel, termasuk membuka identitas pihak-pihak besar yang berada di belakang operasi situs judi tersebut. Baginya, sudah saatnya aparat berhenti mengejar pelaku kecil di permukaan dan mulai membongkar struktur bisnis ilegal yang melibatkan jaringan pembayaran, bandar besar, serta potensi pembiaran oleh oknum.
Langkah konkret yang ia dorong mencakup audit menyeluruh terhadap situs-situs judol yang masih aktif di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. Hal ini meliputi penelusuran aliran dana, penggunaan dompet digital, dan hubungan sistematis yang memungkinkan bisnis ini tetap berjalan. Sudding menilai, pemberantasan tidak akan efektif tanpa keberanian politik dan integritas hukum untuk menyentuh para pengendali utama.
Komisi III DPR, kata Sudding, berkomitmen untuk melakukan pengawasan ketat terhadap aparat penegak hukum, termasuk dalam kasus ini. Mereka akan memastikan bahwa penegakan hukum bertujuan melindungi kepentingan masyarakat, bukan menjadi instrumen perlindungan bagi kejahatan terorganisir di ranah digital. Ia menegaskan, jika tujuan akhirnya adalah memberantas judi online, penindakan harus diarahkan ke aktor utama, bukan sekadar operator teknis yang memanfaatkan celah.
Sebelumnya, Polda DIY telah menetapkan lima orang sebagai tersangka, yakni RDS (32), EN (31), dan DA (22) warga Bantul, NF (25) warga Kebumen, serta PA (24) warga Magelang. Mereka disebut menggunakan banyak akun untuk memanfaatkan promo cashback dan bonus di situs judi, hingga membuat bandar merugi. Meski kasus ini menjadi sorotan, publik masih menunggu apakah aparat berani menyentuh pihak-pihak besar di balik layar, atau justru berhenti pada pelaku level bawah.
_____________