Selain Jurist Tan, tiga tersangka lainnya yakni Ibrahim Arief, konsultan teknologi di Kemendikbudristek; Sri Wahyuningsih, mantan Direktur Sekolah Dasar Kemendikbud tahun 2020-2021; dan Mulatsyah, Direktur Sekolah Menengah Pertama (SMP) sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) periode 2020-2021. Keempatnya diduga terlibat dalam pengadaan laptop untuk program digitalisasi pendidikan yang berlangsung pada 2019-2022.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menyampaikan bahwa penetapan ini dilakukan setelah penyidik menemukan bukti kuat dalam penyelidikan yang telah berjalan selama dua bulan. "Berdasarkan alat bukti yang cukup, maka pada malam ini penyidik menetapkan keempat orang tersebut sebagai tersangka," kata Qohar dalam konferensi pers, Selasa (15/7/2025).
Setelah penetapan, dua tersangka yakni Sri Wahyuningsih dan Mulatsyah langsung ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung untuk 20 hari ke depan. Langkah ini diambil untuk memperlancar proses penyidikan dan menghindari potensi penghilangan barang bukti.
Sementara Jurist Tan, yang namanya ikut terseret, belum dapat dilakukan penahanan karena sedang berada di luar negeri. "Yang bersangkutan masih berada di luar negeri, sehingga tim sedang melakukan pengejaran," jelas Qohar. Kejaksaan bahkan membuka kemungkinan untuk mengajukan red notice melalui Interpol jika Jurist Tan tidak segera kembali ke Indonesia.
Berbeda dengan dua tersangka yang ditahan di rutan, Ibrahim Arief mendapatkan status penahanan kota. Alasannya, Ibrahim mengalami gangguan kesehatan yang cukup serius. "IBAM ditetapkan sebagai tahanan kota karena menderita gangguan jantung kronis. Berdasarkan hasil pemeriksaan medis, rapat memutuskan untuk melakukan penahanan kota," ungkap Qohar.
Keempat tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman hukuman pada pasal tersebut mencapai pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, disertai denda paling sedikit Rp200 juta.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena terkait dengan program strategis nasional di sektor pendidikan. Pengadaan laptop dalam program digitalisasi seharusnya menjadi langkah modernisasi pembelajaran, namun justru dinodai dugaan praktik korupsi. Program ini bernilai triliunan rupiah dan dirancang untuk meningkatkan kualitas pembelajaran berbasis teknologi, terutama di sekolah dasar dan menengah.
Publik menyoroti fakta bahwa nama-nama penting dalam struktur Kemendikbudristek ikut terseret, bahkan mantan staf khusus menteri. Kondisi ini memunculkan pertanyaan serius tentang pengawasan internal dan tata kelola pengadaan di kementerian tersebut. Sejumlah aktivis antikorupsi mendesak agar Kejagung segera menelusuri aliran dana dan kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat.
Proses penyidikan dipastikan masih akan berlanjut. Kejagung juga menyebut akan mendalami peran masing-masing tersangka dan memeriksa pihak-pihak terkait lainnya. Ada indikasi bahwa proyek pengadaan ini dimanipulasi untuk keuntungan pribadi maupun kelompok tertentu. "Kami akan terus mengusut sampai tuntas, termasuk mengidentifikasi potensi kerugian negara secara detail," tegas Qohar.
Seiring dengan berjalannya proses hukum, pemerintah diharapkan melakukan perbaikan menyeluruh terhadap sistem pengadaan barang dan jasa, khususnya di sektor pendidikan. Digitalisasi seharusnya membawa transparansi dan efisiensi, bukan menjadi ladang korupsi. Kasus korupsi laptop ini menjadi pelajaran mahal agar pengawasan dan akuntabilitas diperketat di masa mendatang.
_____________